3 Sikap Muslim menghadapi Bencana
BANDUNG | JABARONLINE.COM – Belum berakhir wabah corona, negeri ini mulai tak ramah bagi penghuninya. Bencana di beberapa daerah berlangsung beriringan. Lalu bagaimanakah sikap sebagai orang beriman dalam menghadapinya?
Ustadz Ruslan Gunawan, S.Ag., dalam kajian tazkiyatun nafs di Masjid Mujahidin Gandasari-Katapang, membahas secara khusus tentang kondisi bencana dalam negeri dan sikap orang beriman sesuai dengan sabda / petunjuk Nabi.
Setiap musibah yang ada pada dasarnya mengingatkan dan menegur manusia agar kembali kepada Alloh. Secanggih apapun teknologi yang dibanggakan manusia, semuanya itu lemah dihadapan Alloh. Buktinya banyak musibah yang tak terdekteksi atau prediksi. Banjir kan biasanya di dataran rendah, namun terakhir banjir terjadi di Gungung wilayah Bogor. Banjir biasanya didominasi air, kemarin banjirnya berisi lumpur dan krikil seolah-olah berjalan seperti air mengalir. Bencana yang terjadi di Sumedang, Kalimantan dan daerah lainya. Semuanya atas ijin Alloh.
Menurut qur’an surat An Nisa ayat 79. “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”, jelasnya Ustadz Ruslan Gunawan dalam mukadimah dakwahnya (21/1/2021)
Lalu Ustadz Ruslan membacakan Qur’an surat Asy-Syura Ayat 30:
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri”
Pada dasarnya musibah yang silih berganti karena ada kemaksiatan dibumi. Sudah semestinya manusia kembali kepada Alloh. Rosululloh menyarankan jika ada musibah yang menimpa manusia. Maka lekas kembali kepada Alloh diawali dengan berdzikir. Hal ini dijelaskan dalam firman Alloh pada surat Al Baqoroh 156
Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.
Setelah mengucapkan dzikir, kita diarahkan untuk berdo’a dan beristigfar. Seperti do’a yang diajarkan oleh Nabi.
Dari Abu Hurairah RA, dia mengatakan, “ Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa melihat orang yang tertimpa musibah kemudian mengucapkan, Alhamdulillahilladzi ‘afani mimmabtalaka bihi wafadhdholanii ‘ala katsirim mimman kholaqo tafdhiil
(Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanku dari musibah yang diberikan kepadamu, dan melebihkanku atas kebanyakan orang yang Dia ciptakan), maka ia (orang yang membaca ini) tidak tertimpa musibah tersebut.” ( HR At-Tirmidzi )
Dalam prakteknya para ulama mengkhususkan agar do’a ini dibacakan dalam hati. Karena bisa saja orang yang mendengar isi do’a ini justru akan semakin bersedih atau marah setelah mengetahui maknanya.
Disisi lain menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin jika bencana/musibah menimpa manusia karena kemusyrikan atau kebid’ahan. Maka do’a ini harus dibacakan dengan keras untuk menyadarkan orangnya.
Menurut literatur agama yang paling berat dari sekian musibah adalah yang menimpa dalam beragama seseorang. “Semua musibah ringan asal tidak menimpa/merusak agama”
Saat akhir ceramahnya, Ustadz Ruslan menyarankan agar kita senantiasa tawasul dengan beramal sholeh. Dengan banyaknya musibah ini sudah tidak seharusnya kita lalai bahkan bermain-main di dunia ini. Maka segaralah bersama-sama orang beriman/bertakwa kembali seutuhnya kepada Alloh.
Reporter : Dwi Arifin