AS Keluar Dari Perjanjian Nuklir, Masifnya Perlombaan Senjata Dimulai
JABARONLINE.COM – Apa yang sebenarnya dicari oleh negara-negara yang merasa menjadi super power dengan kekuatan militernya yang dianggap super canggih? Di satu sisi mereka inilah yang sering teriak pentingnya menciptakan perdamaian yang berasaskan pada kesetaraan dan keadilan. Namun di sisi lain, dominasi nafsu akan kekuasaan tampaknya lebih menonjol yang ditandai oleh perlombaan senjata mereka.
Seringkali negara-negara super power itu dengan sengaja menampilkan senjata canggihnya ke mata dunia, agar dunia tahu akan kekuatan dan kehebatan senjata yang mereka miliki. Terlebih, semua senjata yang mereka miliki berorientasi pada pemusnahan umat manusia dan kehancuran bumi secara total.
Menelisik kemnali pada penghujung tahun 2018, Donald Trump kembali mengumumkan mundurnya AS dari kesepakatan senjata nuklir dengan Rusia (INF), dimana perjanjian tersebut sebelumnya ditandatangani pada 1987 oleh mantan presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev, dan mantan presiden AS Ronald Reagan. Padahal isi dari kesepakatan tersebut pada dasarnya melarang kedua belah pihak memiliki dan memproduksi rudal nuklir dengan daya jangkau 500 – 5.500 kilometer.
Baca Juga
AdvertisementKonten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.Scroll To Continue with ContentKembangkan Desa Wisata, Prawita GENPPARI Kunjungi Beberapa Desa di Tasikmalaya
Hal tersebut sudah dibuktikan, dimana pada tahun 1991 AS telah memusnahkan 2.700 rudal balistik dan jelajah. Namun Donald Trump menuding Rusia melanggar kesepakatan INF tersebut. Moskow diyakini tengah mengembangkan senjata sistem peluncuran dari darat. Pengembangan senjata itu diprediksi bisa membuat Moskow mampu melancarkan serangan yang menjangkau Eropa dalam waktu singkat. Meskipun tudingan tersebut telah berkali-kali dibantah oleh Rusia, keluarnya AS dari JCPOA dan INF justru meninggalkan dunia tanpa tatanan kesepakatan senjata nuklir.
Sementara, setelah mengumumkan keluar dari INF, Trump menyatakan siap membangun dan mengembangkan senjata nuklirnya. Runtuhnya kesepakatan INF itu pun dinilai Rusia, akan membuat dunia masuk ke dalam perlombaan senjata dan konfrontasi (pertentangan) secara langsung.
Dalam hal ini, Uni Eropa yang memiliki dampak paling besar. Uni Eropa selanjutnya adalah ancaman keamanan, setelah AS keluar dari perjanjian INF. Kesepakatan INF selama ini menjadi salah satu pilar keamanan di wilayahnya. Kesepakatan INF bermula dari kekhawatiran misi nuklir Rusia S-20 yang mampu menargetkan negara-negara Barat. Setelah AS keluar dari INF, Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengajukan resolusi untuk mendukung INF ke PBB, namun ditolak dalam pemungutan suara.
Perlu diketahui bahwa hingga saat ini terdapat sembilan negara yang memiliki senjata nuklir dengan jumlah yang tercatat mencapai 14.500 unit. Merujuk data dari Asosiasi Kontrol Senjata dan Federasi Ilmuwan Amerika, Rusia memiliki senjata nuklir terbanyak yakni 6.800 senjata. Setelah itu rekor berikutnya dipegang AS dengan total 6.500 senjata nuklir. Negara lainnya yang memiliki senjata nuklir yakni Prancis dengan 300 senjata, Cina memiliki 270 senjata, Inggris dengan 215 senjata, Pakistan memiliki 130-140 senjata, India 120-130 senjata, Israel dengan 80 senjata, dan Korea Utara 10-20 senjata.
Nampaknya, diplomasi pertahanan dunia mengalami kebuntuan, sehingga berakhir dengan perlombaan senjata yang bisa menggiring umat manusia pada kehancuran total. Oleh karenanya, mungkin tidak heran jika saat ini terjadi perlombaan senjata, baik senjata nuklir, senjata kimia, maupun senjata biologi. Bahkan senjata digital yang bisa saling melumpuhkan data-data strategis, serta merusak kendali algoritma sistem persenjataan modern.
Penulis : Dede Farhan Aulawi
(Ketua DPD Prawita Genpari Bandung)
Editor : Dita Sekar Sari 21