Belajar Membuat Keputusan Bersama
BOGOR, JABARONLINE.COM- Oleh : Aldi Cikal Yudawan
Pembelajaran Civic (Pendidikan Kewarganegaraan) pagi itu, diawali dengan sapaan kepada semua murid. Seperti biasa, para murid tak langsung disuruh membuka buku halaman sekian, baca dari poin sekian sampai sekian, garis bawahi kalimat ini sampai itu, atau warnai kata kunci apa dan apa. Pembelajaran dimulai dengan meminta agar para murid fokus. Arahan yang diberikan adalah berlatih tepukan.
Setelah kelas kondusif, mulailah pembentukan kelompok yang terdiri dari empat orang. Selesai menentukan nama kelompok, mereka dalam setiap kelompok masing-masing harus menentukan ketua kelompok. Dalam menentukan ketua kelompok harus diberikan alasan mengapa orang itu pantas menjadi ketua kelompok.
Tugas dari semua kelompok amatlah sederhana. Setiap kelompok harus membuat sebuah rencana perjalanan liburan bersama yang disebut “Together Holyday Planing (THP)”. Di dalam THP tersebut, ada tiga hal yang harus disepakati oleh setiap kelompok. Pertama, kemana tujuan atau destinasi tempat yang akan kelompok mereka tuju? Kedua, Kapan mereka akan melakukan perjalanan untuk menuju tempat yang sudah ditentukan? Ketiga, mereka harus menyepakati, akan berangkat menggunakan transportasi apa? Untuk menyelesaikan semua hal tersebut, mereka diberi waktu 15 menit.
Saat semua kelompok berdiskusi, saya berkeliling menghampiri semua kelompok sambil memonitoring apakah ada masalah yang mereka temui dalam kelompok? Setiap kelompok ternyata memiliki permasalahan masing-masing.
Hal kedua mengenai waktu, setiap kelompok berbeda-beda. Di pertanyaan terakhir, setiap kelompok menjawab akan pergi menggunakan pesawat ke destinasi lokasi yang telah mereka tentukan, kecuali kelompok Abal-abal. Karena mereka ingin berkeliling Indonesia, mereka mungkin akan berangkat menggunakan pesawat, mereka juga ingin menggunakan bus, bahkan mereka ingin menjajal alat transportasi tradisional yang ada di setiap daerah.
Saya kemudian bertanya kepada semua kelompok. Pertama, apakah dalam kelompok yang mereka sedang berada di dalamnya menghasilkan sebuah keputusan bersama? Mereka menjawab serentak, “Iya”. Kedua, apakah bisa diambil keputusan jika ada salah satu anggota kelompok yang mengedepankan kepentingan sendiri? Mereka sontak mengatakan “Tidak”.
Lalu, saat ditanyakan kepada mereka, “Apakah menemukan masalah saat membuat keputusan bersama?” Mereka mengiyakan lagi. “Dalam memecahkan masalah tersebut apa yang harus dilakukan?” Saya bertanya lanjutan.
“Bermusyawarah.” Jawab Kingston
“Apa lagi?”
“Saling menghargai?”
“Apa lagi?”
“Tidak egois.”
“Ada lagi?”
“Tidak mementingkan diri sendiri.”
Semua jawaban tersebut betul. Masalah dalam mengambil keputusan bersama bisa diselesaikan utamanya dengan bermusyawarah. Musyawarah merupakan ciri bangsa Indonesia.
Banyak sekali peristiwa dalam sejarah Indonesia yang berawal dari keputusan bersama yang dilakukan secara musyawarah. Misalnya Sumpah Pemuda dan penentuan Pancasila sebagai dasar negara.
Dalam musyawarah terjadi saling bertukar pendapat sehingga tercapai sebuah keputusan. Keputusan muncul dengan didasari saling menghargai satu sama lain tanpa paksaan. Keputusan yang diambil tersebut disetujui oleh semua pihak melalui mufakat. Mufakat inilah yang merupakan keputusan bersama berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang disepakati semua peserta musyawarah. Semua peserta bersedia menerima dan mematuhi mufakat sebagai kesepakatan bersama yang harus dijalankan.
Saat dibuka sesi pertanyaan, muncul beberapa pertanyaan yang membuka keingintahuan mereka lebih jauh tentang materi.
“Sir, bolehkah kita mementingkan diri sendiri saat musyawarah?”
Saya jawab bahwa tentu saja tidak. Saya balik bertanya, “Kenapa?”
“Karena jika mementingkan diri sendiri maka tidak akan tercapai mufakat.”
Ya, betul.
Di akhir pembelajaran, THP dikumpulkan sebagai bukti otentik proses belajar mereka. Belajar membuat keputusan bersama melalui aktivitas kongkret yang mereka lakukan, menjadi cara berlatih berbeda pendapat dan saling menghargai. Semoga proses pembelajaran demikian masuk dan betah di dalam long term memory mereka sehingga terbawa saat nanti mereka menghadapi masalah yang sama dalam kehidupan.
Redaksi – A2