BPBD Kabupaten Bandung Gelar Diskusi Publik Penyusunan Kajian Risiko Bencana
KAB. BANDUNG | JABARONLINE.COM–Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung melaksanakan diskusi publik penyusunan kajian risiko bencana (KRB) di Hotel Sukagalih Kota Bandung, Kamis (17/11/22). Diskusi publik itu dihadiri langsung Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bandung Uka Suska Puji Utama mewakili Bupati Bandung HM Dadang Supriatna.
Uka Suska mengatakan diskusi publik penyusunan KRB itu, mengingat Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa
Barat, dengan luas wilayah 1762,4 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2020 adalah 3.623.790 jiwa (Kabupaten Bandung Dalam Angka 2021).
“Secara wilayah pemerintahan Kabupaten Bandung terdiri dari 31 Kecamatan, 270 Desa dan 10 Kelurahan.
Kabupaten Bandung termasuk wilayah dataran tinggi, secara geografis letaknya berada pada 6°41’–7°19’ Lintang Selatan dan diantara 107°22’–108°50’ Bujur Timur,” kata Uka Suska.
Menurutnya, sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung dikelilingi pegunungan, di antaranya adalah Gunung Bukit tunggul dengan tinggi 2.200 m, Gunung Tangkuban Parahu dengan tinggi 2.076 m (Wilayah Kabupaten Bandung Barat) di perbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Gunung Patuha dengan tinggi 2.334 m, Gunung Malabar dengan tinggi 2.321 m, serta Gunung Papandayan dengan tinggi
2.262 m dan Gunung Guntur dengan tinggi 2.249 meter, keduanya di perbatasan dengan Kabupaten Garut.
“Berdasarkan data DIBI (Data Informasi Bencana
Indonesia), terdapat 9 (sembilan) jenis bencana yang pernah terjadi di Kabupaten Bandung yaitu banjir, banjir bandang, cuaca ekstrim dalam hal ini angin puting beliung, gempa bumi, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kekeringan, gerakan tanah/tanah longsor, dan pandemi (Covid-19),” ungkap Uka Suska.
Dari data tersebut, lanjut Uka Suska, menunjukkan terdapat 8 (delapan) jenis bencana yang intensitas kejadian ada di Kabupaten Bandung yaitu bencana banjir, gerakan
tanah/longsor, cuaca ekstrim (angin puting beliung), kebakaran hutan dan lahan, gempa bumi, banjir bandang, kekeringan dan pandemi Covid-19.
“Adapun bencana yang memiliki intensitas kejadian yang cukup tinggi di Kabupaten Bandung adalah bencana banjir, gerakan tanah/tanah longsor dan cuaca ekstrim (angin puting beliung),” diutarakannya.
Dijelaskan Uka Suska, berdasarkan data dari BPBD Kabupaten Bandung dan DIBI, dalam rentang waktu tahun 2017-2021 telah terjadi sebanyak 612 kejadian
bencana alam dan non alam yang menimbulkan dampak baik korban jiwa, kerugian harta benda maupun kerusakan lingkungan/lahan serta menimbulkan dampak psikologis bagi masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah memerlukan suatu perencanaan dan penataan yang matang, terarah, dan terpadu yang didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga upaya penanggulangan bencana di Daerah Kabupaten Bandung lebih terpadu dan selaras arah penyelenggaraan dan pelaksanaan penanggulangan bencananya.
“Dasar pelaksanaannya mengacu kepada hasil kajian dari
dokumen KRB Kabupaten Bandung. Kajian risiko bencana merupakan perangkat untuk menilai kemungkinan dan besaran kerugian akibat ancaman yang ada,” sebutnya.
Uka Suska mengatajan, dengan mengetahui kemungkinan besaran kerugian, maka fokus perencanaan, dan keterpaduan penyelenggaraan penanggulangan bencana menjadi lebih efektif.
“KRB ini juga dasar dalam membangun keselarasan arah dan efektivitas penyelenggaraan penanggulangan bencana,” terangnya.Dokumen KRB tersajikan data dan informasi tentang kondisi risiko bencana yang ada di Kabupaten Bandung,” ucapnya.
Menurutnya, kondisi risiko bencana yang ada di Kabupaten
Bandung dielaborasikan dari parameter ancaman (hazard), kerentanan (vulnerability), dan kapasitas (capacity) yang mengacu pada metode umum pengkajian risiko bencana dalam Peraturan Kepala BNPB No. 02 Tahun 2012 dan beberapa petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh BNPB sebagai update dan pendetilan terhadap Peraturan Kepala BNPB tersebut.
Menurutnya, dokumen KRB Kabupaten Bandung terdiri dari dua bagian yang tidak terpisahkan yaitu dokumen kajian risiko dan album peta risiko bencana.
Rekomendasi bencana prioritas juga dituangkan di dalam dokumen ini sebagai dasar kebijakan pengurangan risiko bencana yang
akan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung.
“Pengkajian kapasitas diperoleh dari gabungan antara Indeks Kapasitas Daerah (IKD) dan Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat (IKM). Untuk IKD mengacu kepada 7 (tujuh) prioritas program pengurangan risiko bencana dengan indikator-indikator pencapaiannya,” katanya.
Adapun keseluruhan 71 indikator dari 7 (tujuh) prioritas tersebut, yaitu pertama perkuatan kebijakan dan
Kelembagaan, kedua pengkajian risiko dan perencanaan terpadu, ketiga pengembangan sistem
Informasi, diklat dan logistik. Keempat, penanganan tematik kawasan rawan bencana, kelima peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi bencana, keenam perkuatan kesiapsiagaan dan penanganan darurat bencana, dan ketujuh pengembangan sistem pemulihan bencana.
“Hasil IKD Kabupaten Bandung menunjukkan nilai 0,66 dengan tingkat kapasitas daerah Sedang. Nilai Indeks Ketahanan Daerah (IKD) ini merepresentasikan perlunya komitmen pemerintah daerah dan komponen terkait pengurangan risiko bencana di Wilayah Kabupaten Bandung agar terus diupayakan dengan kebijakan yang lebih sistematis, komitmen serta kebijakan yang lebih baik
dalam mengurangi dampak kerugian dari kemunculan ancaman bencana di Kabupaten Bandung,” tuturnya.
Disebutkan Uka Suska, sedangkan IKM mengacu kepada 19 indikator pencapaian dari 5 (lima) prioritas
program pengurangan risiko bencana, yaitu pertama pengetahuan kesiapsiagaan, kedua ppengelolaan tanggap darurat, ketiga pengaruh kerentanan, keempat ketergantungan masyarakat, dan kelima bentuk
Partisipasi masyarakat.
“Adapun hasil IKM bervariatif di masing-masing wilayah desa, dengan tingkat kapasitas kesiapsiagaan masyarakat Rendah dan Sedang. Nilai Indeks Kesiapsiagaan
Masyarakat (IKM) ini juga merepresentasikan perlunya membangun kesadaran masyarakat terkait pengurangan risiko bencana agar tingkat kesiapsiagaan dan partisipasi masyarakat semakin lebih baik lagi dalam mengurangi dampak kerugian bencana di wilayah masing-masing,” ungkapnya.
Ia mengatakan, berdasarkan hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan selama proses penyusunan
dokumen KRB di Kabupaten Bandung, maka disepakati bencana yang dituangkan di dalam dokumen ini yaitu ada 9 (sembilan) bencana, yaitu banjir, banjir bandang,
Gempa bumi, cuaca ekstrim (angin puting beliung), gerakan tanah/tanah longsor, kebakaran
Hutan dan lahan, kekeringan, letusan gunungapi dan pandemi Covid-19.
“Berdasarkan kajian tersebut, maka diperoleh bencana prioritas untuk Kabupaten
Bandung adalah gempa bumi, banjir, banjir bandang, gerakantanah/ longsor dan cuaca ekstrim.
(Dhera)