E-Katalog Jabaronline
BPK Terancam Judicial Review: IAW Soroti Sikap Pasif dalam Polemik UU BUMN

BPK Terancam Judicial Review: IAW Soroti Sikap Pasif dalam Polemik UU BUMN

Smallest Font
Largest Font

JABARONLINE.COM – Polemik revisi Undang-Undang (UU) tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memicu sorotan tajam terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Revisi tersebut dinilai melemahkan kewenangan BPK dalam mengaudit kekayaan negara yang dipisahkan di BUMN dan BUMD. Publik mempertanyakan mengapa BPK tidak mengambil langkah hukum atau bersuara lantang ketika kewenangannya terancam. 

Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), menegaskan bahwa BPK memiliki dasar konstitusional kuat melalui Pasal 23E ayat (1) UUD 1945 untuk mengawasi pengelolaan keuangan negara, termasuk kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN. Namun, revisi UU BUMN yang disahkan DPR pada 4 Februari 2025 justru mengaburkan definisi tersebut dan mengurangi ruang audit BPK.  

Advertisement
Scroll To Continue with Content

“BPK seperti membiarkan kekuasaannya dipangkas tanpa perlawanan. Padahal UUD 1945 jelas memberi BPK otoritas tertinggi dalam pengawasan keuangan negara,” kata Iskandar, Senin 24 Februari 2025.  

Menurutnya, sikap pasif BPK bisa menjadi landasan kuat bagi publik untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. “BPK seharusnya proaktif menggugat UU yang bertentangan dengan UUD. Kalau malah diam saja, ini bisa dianggap pengabaian kewajiban konstitusional,” tegasnya.  

Risiko Konstitusional dan Potensi Sanksi 

Iskandar mengingatkan bahwa kelalaian BPK dalam menjalankan amanat konstitusi bukan sekadar persoalan etika, tapi juga berimplikasi hukum. Ia menyoroti beberapa risiko serius yang bisa menimpa lembaga tersebut:  

1. Pelanggaran Konstitusi dan UU BPK  
   BPK berpotensi melanggar Pasal 23E UUD 1945 dan Pasal 6 UU BPK yang mengharuskannya mengaudit pengelolaan keuangan negara. Dengan diamnya BPK dalam polemik ini, ada celah hukum untuk mempersoalkan kinerja lembaga ini melalui judicial review.  

2. Penyalahgunaan Wewenang (Abuse of Power)  
   Berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan, pembiaran yang disengaja terhadap penyalahgunaan anggaran bisa dikategorikan sebagai abuse of power. “BPK bisa terseret dalam jeratan hukum jika pembiaran ini dianggap sengaja,” ujar Iskandar.  

3. Sanksi Etik hingga Pemberhentian  
   Majelis Kehormatan Kode Etik BPK dapat memproses dugaan pelanggaran etik jika ada anggota BPK yang terbukti lalai menjalankan tugas. Dalam kasus ekstrem, sanksi administratif hingga pemecatan bisa dijatuhkan.  

4. Ancaman Impeachment  
   Pasal 29 UU BPK memungkinkan DPR memberhentikan anggota BPK jika terbukti melanggar hukum atau tidak menjalankan tugasnya. “Jika DPR serius menegakkan akuntabilitas, impeachment bisa menjadi opsi terakhir,” kata Iskandar.  

Publik Dorong Judicial Review  

Sejumlah elemen masyarakat sipil mulai merapatkan barisan untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menilai revisi UU BUMN mengaburkan pengawasan keuangan negara dan berpotensi melemahkan transparansi.  

“BPK harus sadar, diamnya mereka malah membuka jalan bagi praktik yang tidak sehat dalam pengelolaan BUMN. Publik tidak bisa dibiarkan menjadi korban kebijakan yang merugikan,” ujar Iskandar. 

BPK hingga saat ini belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait sikapnya terhadap revisi UU BUMN tersebut. Namun, tekanan publik kian menguat agar lembaga pengawas ini tidak berdiam diri dan segera mengambil langkah hukum untuk menjaga marwah konstitusi.  

“Kalau BPK tetap diam, jangan salahkan publik jika mereka menempuh jalur hukum. Judicial review bukan lagi opsi, tapi kebutuhan,” pungkas Iskandar. (Bro) 

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Redaksi Author
ads