Calbup dan Wabup Pasangan Dadang Supriatna – Sahrul Gunawan, Berdasarkan Survey LSI Unggul dalam Elektabilitas
BANDUNG | JABARONLINE.COM – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Bandung pada 9 Desember 2020 mendatang, sangat potensial mengantar kemenangan pasangan Dadang Supriatna (DS) – Sahrul Gunawan. Calon bupati dan wakil bupati nomor urut 3 ini telah mengantongi modal elektabilitas cukup tinggi (45.9%), melawan kompetitor utamanya, pasangan Kurnia Agustina-Usman Sayogi ( 28,9%). Sementara, pasangan Yena Iskandar – Atep Rizal hanya 13,4% saja.
Demikian analisis hasil survey Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network Denny JA terkait dengan kecendrungan pemilih pada Pilkada Kabupaten Bandung yang disampaikan kepada pers di Bandung, Minggu (15/11).
Survei dilakukan pada 2- 6 November 2020 dengan menggunakan metode standar, yakni multistage random sampling, wawancara tatap muka dan jumlah responden 440, dengan margin of error 4,8%.
Potensi kemenangan pasangan yang diusung, antara lain, PKB, Nasdem, Demokrat, PKS dan sejumlah parpol non kursi ini terpotret dari beberapa variable penting dalam survei. Misalnya, dukungan unggul yang relatif merata di hampir semua segmen demografis seperti gender, usia, suku, agama, Ormas, tingkat pendidikan, penghasilan, profesi, bahkan pemilih parpol.
Keunggulan pasangan DS-Sahrul ini juga terpotret merata di hampir seluruh daerah pemilihan (dapil). Kecuali, dukungan cukup kompetitif dengan pasangan Kurnia-Usman yang di usung Partai Golkar di dapil 5. Yaitu, Majalaya, Paseh, Ibun dan Solokanjeruk.
Faktor lain yang bisa mengantar pasangan DS-Sahrul terpilih menjadi bupati dan wakil bupati kabupaten Bandung ini karena secara personal, DS sudah mengantongi pemilih yang berkategori strong supporter (pemilih militan yang tak akan berubah sampai hari H pemilihan), yaitu sekitar 24,5%. Disusul Kurnia Agustina 18,0% dan Yena Iskandar Masoem 5,0%.
Namun begitu, peluang menang buat yang lain, khususnya Kurnia-Usman tetap terbuka, mengingat masih ada pemilih soft supporter yang cukup besar, yaitu 52,2%. Pemilih yang seperti itu biasa disebut dengan lahan tak bertuan. Yaitu pemilih yang masih bisa diperebutkan oleh siapa saja.
Tapi, dari pengalaman LSI melakukan survei selama ini, tidak mudah buat setiap pasangan bisa memperoleh dukungan suara dalam waktu yang kurang dari satu bulan ini. Apalagi untuk bisa merebut separuh dari 52,2% itu.
Hanya Tsunami politik dan money politic yang bisa mengubah peta dukungan secara drastis. Bahkan, bisa membuat hasil survei meleset jauh.
Jika setiap pasangan mau bekerja keras, sebenarnya masih ada peluang untuk merebut soft supporter yang masih tinggi itu, yakni mendongkrak tingkat pengenalan masing-masing kandidat yang masih belum tembus 70%.
Padahal, dari pengalaman selama ini, salah satu hukum besi untuk menang itu harus dikenal dengan minimal 70%. Idealnya, pada H-1 bulan itu, setiap kandidat harus mengantongi tingkat pengenalan di 80% keatas.
Memang peluang menang lebih terbuka pada pasangan DS-Sahrul, karena baik calon bupati maupun wakilnya sudah memiliki, bukan saja tingkat kesukaan yang tinggi, juga elektabilitas yang tinggi juga. Misalnya, pada elektabilitas personal DS yang 40,0%, tapi begitu dipasangkan dengan Sahrul melesat ke 45,9%. Ada sumbangan cukup besar dari Sahrul.
Sebaliknya dengan Kurnia Agustina yang secara personal memiliki elektabilitas 27,5, tapi begitu dipasangkan dengan Usman Sayogi, hanya naik 1% saja, yaitu 28,9%. Sementara, pasangan yang lain, Yena-Atep, pengenalannya tak berbanding lurus dengan kesukaan. Misalnya, Atep cukup populer dengan 73%, tapi sebagai wakil tak banyak menyumbang elektabilitas saat dipasangkan dengan Yena yang tingkat pengenalannya baru 49%.
Mengenai peran partai dalam menyumbang elektabilitas pasangan, temua survei mengungkapkan, tak berbanding lurus juga antara dukungan partai dengan kemenangan. Ini juga yang terjadi dengan pasangan Kurnia-Usman yang diusung Partai Golkar sebagai pemenang Pileg 2019 lalu.
Dalam kontek prilaku pemilih di kabupaten Bandung, mayoritas (80,0%) publik memilih lebih karena pertimbangkan personal atau sosok calonnya. Hanya 16% saja yang memilih karena pertimbangan partai pengusung.
Begitu juga terjadi pada peran bupati incumbent yang istrinya maju sebagai bupati. Dadang Naser yang memiliki tingkat kepuasan terhadap kinerjanya yang cukup tinggi, diatas 70%, ternyata tak mampu dikonversi dalam bentuk suara dukungan publik kepada istrinya, Kurnia Agustina.
Penulis : Wisnu