Dana BOS Boleh untuk Belanja Kebutuhan Pembelajaran Jarak Jauh
JABARONLINE.COM – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan izin bagi sekolah yang akan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membeli gawai dan dipinjamkan ke siswa yang membutuhkan.
Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim. Mendikbud yang senang dipanggil Mas Menteri ini memperbolehkan menggunakan dana BOS untuk memenuhi kebutuhan gawai.
“Dana BOS bisa digunakan untuk kebutuhan membeli smartphone, tablet dan laptop yang bisa dipinjamkan kepada anak-anak,” kata Nadiem, dalam diskusi virtual, Senin (31/8/2020).
Nadiem megimbau, bagi orang tua siswa yang hingga kini belum mendengar kebijakan tersebut, bisa menanyakan kepada pihak sekolah melalui Komite Sekolah.
“Bagi orang tua yang belum mengetahui ini, mohon ditanya kepada kepala sekolah masing-masing melalui Komite Sekolah,” ujarnya, dilansir dari FIN (Radar Priangan Group).
Baca Juga
Pembelajaran Tatap Muka Harus Utamakan Keselamatan Peserta Didik
Bukan hanya untuk keperluan pembelajaran jarak jauh, Nadiem juga mengizinkan dana BOS digunakan untuk menggaji guru honorer.
“Yang tadinya dibatasi hanya sampai X persen, sekarang tidak dibatasi. Karena kami sadar ini bukan hanya karena ada krisis kesehatan, tapi ada krisis ekonomi,” tuturnya.
Kemendikbud sendiri, sebenarnya sudah menganggarkan Rp 700 miliar di awal tahun 2020 untuk menyiapkan laptop dan antisipasi asesmen kompetensi online untuk pengganti Ujian Nasional (UN) tahun 2021.
Namun, karena saat ini terjadi pandemi global, maka Kemendikbud harus memilih mana yang lebih utama untuk diselesaikan segera.
Akhirnya, untuk saat ini Kemendikbud memilih memprioritaskan subsidi pulsa dan tunjangan untuk guru.
“Ini merupakan satu hal yang dari pusat, kami harus memprioritaskan antara itu atau pulsa dan bantuan sosial untuk tenaga pendidikan, itu jadi prioritas kita. Kami harus memilih mana yang paling dibutuhkan,” kata Nadiem.
Kemendikbud telah menyiapkan Rp 7,2 triliun untuk subsidi kuota internet pembelajaran sekolah dan perguruan tinggi selama empat bulan. Subsidi ini akan diberikan dari bulan September hingga Desember 2020.
Selain itu, Kemendikbud mengalokasikan dana sebesar Rp 1,7 triliun untuk para penerima tunjangan profesi guru dan tenaga kependidikan, dosen, serta guru besar.
Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengatakan, bahwa penyiapan infrastruktur sekolah tidak bisa mengandalkan dana BOS karena sangat tidak mencukupi.
Menurutnya, untuk penyiapan infrastruktur sekolah, butuh dana yang tidak sedikit dalam melakukan penyiapan infrastruktur adaptasi budaya baru di satuan pendidikan.
“Tidak bisa hanya mengandalkan dana BOS, tetapi juga BOSDA dan dukungan anggaran Komite Sekolah,” kata Retno.
Berdasarkan data survei KPAI yang melibatkan 6.729 sekolah menunjukkan, infrastruktur pendukung budaya bersih dan sehat di satuan pendidikan, baik sekolah maupun madrasah, masih minim bahkan sebelum pandemi. Misalnya sarana dan prasarana toilet, wastafel, sabun cuci tangan, tisu dan lain-lain.
“Sebelum pandemi, hampir semua sekolah sudah memiliki wastafel, hanya saja jumlahnya sedikit dan belum menyebar, serta terkonsentrasi di toilet sekolah. Padahal, wastafel sangat diperlukan dalam adaptasi kebiasaan baru di sekolah, karena anak harus sering cuci tangan,” tuturnya.
KPAI mencatat, ketersediaan sabun cuci tangan sebelum pandemi, hanya 67 persen sekolah yang sudah menyediakan sabun di toilet sekolah, 28 persen kadang-kadang menyediakan dan 5 persen menyatakan tidak pernah menyediakan.
“Saat buka sekolah dilakukan, sabun cuci tangan wajib ada di setiap wastafel depan kelas, bukan hanya di toilet sekolah,” ujarnya.
Penyediaan tisu di toilet sekolah sebelum pandemi Covid-19, kata Retno, hanya dilakukan oleh 27 persen. Sedangkan, 41 persen sekolah menyatakan kadang-kadang menyediakan tisu dan 32 persen menyatakan tidak pernah menyediakan tisu.
“Padahal, kalau cuci tangannya sudah benar, tetapi tidak ada sarana mengeringkan, maka anak kemungkinan mengelap tangannya di benda yang kemungkinan kurang steril,” imbuhnya.
Menurut Retno, saat pembelajaran tatap muka, seluruh sarana dan prasarana itu tersedia dalam jumlah yang mencukupi, antara sarananya dengan jumlah siswa dan guru.
Selain itu juga, dibutuhkan bilik disinfektan, thermogun, air yang mengalir, ruang isolasi sementara dan seluruh petunjuk arah, serta seluruh protokol kesehatan atau SOP dalam adaptasi budaya baru di sekolah.
“Semua itu butuh anggaran yang tidak kecil. Jadi, seharusnya politik anggaran mulai diarahkan ke pendidikan, terutama penyiapan infrastruktur untuk memenuhi protokol kesehatan,” pungkasnya.
Red
Editor : Dinda Triana Puspitasari 21