Ijtimak Ulama DI Bandung, Kemenag Kembali Menerjemah Alquran Edisi Penyempurnaan
Reporter: Dwi Arifin
Jabar Online (Kota Bandung) – Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum berharap Ijtimak Ulama Alquran Tingkat Nasional yang digelar tiga hari 8-10 Juli 2019 di Kota Bandung menghasilkan sesuatu yang bermanfaat terutama terjemahan Alquran oleh masyarakat.
Demikian dikatakan Wakil Gubernur saat menghadiri pembukaan Ijtimak Ulama Alquran Tingkat Nasional di Hotel El Royale, Senin (9/7/19) malam. Ijtimak sendiri dibuka Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin.
Dalam sambutannya, Uu berharap ijtimak ulama membawa barokah dan kebaikan bagi masyarakat. “Selamat ijmak semoga hasilnya bermanfaat untuk ummat,” ucapnya.
Uu menuturkan, Jawa Barat memiliki visi juara lahir batin. Salah satu tujuan juara batin adalah melaksanakan nilai-nilai Alquran secara murni, penguatan syariah serta muamalah.
“Tujuan kami mudah-mudahan masyarakat Jabar fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah,” ujar Uu.
Para alim ulama, hafizh Alquran, ahli Bahasa Arab, pakar Bahasa Indonesia, dan ilmu pengetahuan berkumpul dalam itjimak nasional untuk menyempurnakan terjemahan Alquran juz 21-30.
Uji sahih terjemahan Alquran pada 10 juz terakhir ini ditargetkan rampung Agustus mendatang. Sedangkan penyempurnaan terjemahan Alquran pada juz 1 sampai juz 20 telah disepakati itjimak ulama dengan uji sahih tahun 2016. Aspek yang diuji meliputi bahasa, aspek konsistensi, aspek substansi dan aspek transliterasi.
Menteri Agama mengungkapkan, itjimak ulama Alquran merupakan forum majelis yang sangat strategis. Forum ini dipandang perlu untuk menghasilkan terjemahan Alquran sesuai dengan konteks kekinian. Lukman menegaskan bahwa revisi kali ini bukan karena terjemahan sebelumnya ada kesalahan melainkan penyesuaian kalimat bahasa Indonesia dengan konteks saat ini.
“Jadi mohon dipahami bahwa revisi yang dilakukan oleh Laznah Pentashihan Mushaf Alquran Badan Litbang dan Diklat Kemenag sejak 2016 sampai 2019 ini bukanlah berarti mengoreksi terjemahan yang lalu karena ada kesalahan namun merupakan penyesuaian. Ada beberapa bahasa yang perlu diseusaikan dengan konteks kekinian,” ungkapnya.
Istilah terjemahan Alquran menurutnya punya pemahaman beragam karena di kalangan ulama sendiri tidak tunggal pemahamannya.
“Namun terlepas dari keragaman pandangan itu apakah Alquran itu bisa diterjemahkan atau tidak ini sebuah diskusi klasik sejak dulu, sebagian mengatakan Alquran itu Kalamullah yang sulit bagi manusia makhluk yang terbatas bisa secara tepat dan seutuhnya menangkap substansi dan esensinya,” tutur Menteri.
Dikatakannya, jangankan seluruh isi Alquran, satu kata pun sulit untuk bisa menangkap arti secara keseluruhan. Sehingga ada sebagian yang berpandangan bahwa bukan terjemahan Alquran melainkan terjemahan makna yang dikandungnya.
“Dalam itjimak ini apapun yang disepakati itulah yang terbaik,” katanya.
Alquran menurutnya bukan semata bahasa arab, Alquran adalah bahasa Allah. Karena banyak sekali kosakata, diksi, istilah dan ungkapan yang tidak semua orang arab dengan mudah memahami.
Di Indonesia Alquran pertama kali diterjemahkan oleh Departemen Agama pada tahun 1965. Kemudian direvisi kembali pada tahun 1989 sampai 1990 dimana revisinya lebih kepada penyesuaian bahasa saja tidak pada substansi. Revisi terjemahan secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1998 sampai 2002.
“Sejak 2016 kami di Kemenag merasa perlu untuk kembali menerjemahan Alquran diteliti dan dicermati apakah ada bagian-bagian tertentu yang terjemahannya memerlukan penyesuaian,” ujar Lukman.
(Sumber Humas Jabar)