KANNI Kecam Aksi Tak Terpuji Kepsek SMPN 1 Lelea Diduga Sunat Dana PIP

KANNI Kecam Aksi Tak Terpuji Kepsek SMPN 1 Lelea Diduga Sunat Dana PIP

Smallest Font
Largest Font

INDRAMAYU I JABARONLINE.COM – Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KANNI) kecam aksi tak terpuji kepala SMPN 1 Lelea diduga sunat dana bantuan Program Indonesia Pintar (PIP).

Kecaman itu diberikan karena, prihatin banyak orang tua atau wali murid terkena dampak dari pendemi covid dan semestinya pihak sekolah memiliki hati nurani bukan melakukan penyunatan.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

“Semestinya diberikan secara utuh, tanpa ada alasan apapun . Apalagi setelah saya baca di pemberitaan sebelumnya alasannya kepala sekolah karena banyak anak yang nunggak biaya itu sangatlah tidak logis, karena masalah biaya itu sudah dianggarkan dari bantuan operasional sekolah,” ujar Chong Soneta ketua KANNI Pimcab Indramayu, kepada awak media, Minggu (03/04/2022).

Chong Soneta menambahkan, kepala sekolah diduga berbohong kepada awak media tentang pencairan program itu yang menyebut dari aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. “Terkecuali, sekolah itu tidak pernah menerima program tersebut baru dewan memperjuangkan, kalau mengatakan bahwa itu adalah dana aspirasi bukan dari pemerintah maka, sangatlah fatal. Lantaran, yang berhak atas pencairan itu adalah eksekutif bukan legislatif,” jelasnya.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

“Agar semuanya tahu, program itu diberikan secara serentak pada bulan Maret lalu, baik itu dari kementrian pendidikan (SD, SMP, SMA/SMK) maupun kementrian agama untuk Madrasah,” imbuhnya.

Besaran sendiri dikatakannya, untuk Program tersebut , untuk SD sebesar Rp450.000, SMP senilai Rp750.0000 dan SMA/SMK sebesar Rp1.000.000. Bantuan diberikan selama setahun masa belajar.

Dirinya menegaskan, dugaan tindakan bejat kepala sekolah yang menyunat sebesar Rp 150 ribu ke setiap penerima, dengan modus operandi untuk membayar tunggakan siswa harus diusut oleh aparat penegak hukum. “Orang tua hanya menerima sebesar Rp600 ribu bahkan masih dimintai secara seiklasnya, dan tindakan seperti itu harus dikawal sampai keranah hukum supaya, oknum kepsek berpikir ulang untuk melakukan hal itu,” pungkasnya. (JUNEDI RYP/ TIM)

Editors Team
Daisy Floren