Kasus Penganiayaan dan Penambangan Ilegal: Misteri Peran Liu Xiaodong di Balik Tambang Emas PT. SRM
JABARONLINE.COM - Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang baru-baru ini resmi menahan Liu Xiaodong, seorang warga negara China, yang terlibat dalam kasus dugaan penganiayaan di PT. Sultan Rafli Mandiri (SRM), sebuah perusahaan tambang emas yang berlokasi di Ketapang, Kalimantan Barat. Penahanan ini dilakukan setelah Liu Xiaodong menjalani proses penyelidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Mabes Polri dan kemudian diserahkan ke Kejari Ketapang pada Senin (3 Februari 2025).
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Ketapang, Syahrul, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima pelimpahan tahap dua atas kasus ini dari Mabes Polri dan Liu Xiaodong telah ditahan untuk 20 hari ke depan di Lapas Kelas II B Ketapang.
Namun, di balik kasus penganiayaan yang menjerat Liu, ada sebuah misteri besar yang menyelimuti sosoknya. Liu Xiaodong diduga terlibat dalam penguasaan tambang ilegal yang merugikan negara hingga Rp 1,02 triliun. Penelusuran lebih lanjut mengungkapkan bahwa Liu tidak hanya terlibat dalam kekerasan terhadap pekerja di tambang PT SRM, tetapi juga dalam praktik penambangan ilegal yang melibatkan penggunaan bahan peledak dan pencurian emas dalam jumlah besar.
Aksi Penyerbuan Tambang oleh Liu Xiaodong
Pada 26 Juli 2023, Liu Xiaodong bersama sekitar 30 orang lainnya diduga melakukan serangan ke tambang PT SRM di Ketapang secara brutal. Mereka merusak police line yang terpasang di sekitar area tambang, menyalakan kembali mesin-mesin pabrik yang sebelumnya tidak beroperasi, serta menyembunyikan bahan peledak di dalam terowongan tambang. Tidak hanya itu, mereka juga melakukan kekerasan terhadap tenaga kerja baik asing maupun lokal, serta menambang secara ilegal selama lebih dari tiga bulan.
Investigasi lebih lanjut menunjukkan hilangnya lebih dari 50.000 ton batuan ore emas yang sebelumnya telah disita oleh PPNS ESDM, yang semakin memperkuat dugaan aktivitas penambangan ilegal di bawah kendali Liu Xiaodong. Penggunaan bahan peledak yang meningkat drastis, serta lonjakan konsumsi listrik yang signifikan, menjadi bukti tak terbantahkan bahwa operasi ilegal tersebut berlangsung secara masif.
Laporan Polisi dan Pembuktian Keterlibatan Liu
Liu Xiaodong semakin terjerat dengan terbitnya dua laporan polisi yang disampaikan ke Bareskrim Polri. Laporan pertama, LP/B/302/IX/2023, melibatkan dugaan kekerasan, penyerobotan lahan, dan pencurian. Laporan kedua, LP/B/77/III/2024, mengarah pada tindak pidana penyalahgunaan senjata api, pencurian dengan pemberatan, dan pencucian uang. Kedua laporan tersebut mengindikasikan bahwa Liu tidak hanya terlibat dalam penambangan ilegal tetapi juga dalam aktivitas kejahatan terorganisir.
Dugaan Keterkaitan Liu Xiaodong dengan PT. Bukit Belawan Tujuh
Fakta baru yang terungkap dalam asesmen dokumen menunjukkan bahwa Liu Xiaodong memiliki hubungan dengan PT. Bukit Belawan Tujuh (PT BBT), yang terletak di dekat area tambang PT SRM. Terdapat dugaan kuat bahwa Liu memiliki hubungan bisnis dengan Nur Aini, yang merupakan komisaris dan pemegang saham mayoritas PT BBT. Nur Aini, yang disebut sebagai istri siri Liu, kini tengah dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan pemalsuan dokumen jual beli saham.
Asesmen ini semakin menguatkan dugaan bahwa Liu Xiaodong adalah otak utama dalam penguasaan tambang ilegal PT SRM, meskipun perhatian publik justru terfokus pada seorang pegawai tambang PT SRM, Yu Hao, yang dituduh melakukan penambangan ilegal. Fakta-fakta ini memunculkan pertanyaan besar mengenai keabsahan proses penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Kasus ini semakin menarik perhatian publik karena adanya keanehan dalam proses hukum yang hanya menetapkan Yu Hao sebagai pelaku utama penambangan ilegal di PT SRM. Dalam persidangan, tidak ditemukan bukti yang mengaitkan Yu Hao dengan pengolahan atau penjualan emas ilegal. Tidak ada pula saksi yang menyatakan melihat Yu Hao terlibat langsung dalam aktivitas penambangan tersebut. Oleh karena itu, banyak pihak yang mempertanyakan apakah Yu Hao adalah korban salah tangkap atau bahkan menjadi tumbal dalam kasus yang lebih besar ini.
Desakan untuk Penegakan Hukum yang Transparan
Kasus ini memunculkan seruan dari berbagai pihak agar aparat penegak hukum melakukan penyelidikan yang lebih transparan dan objektif, serta mengungkapkan peran sebenarnya dari Liu Xiaodong dalam kejahatan ini. Majelis hakim dan jaksa penuntut umum diharapkan dapat mempertimbangkan bukti-bukti yang ada untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan.
Kasus ini juga menjadi peringatan penting bagi aparat hukum di Indonesia untuk lebih berhati-hati dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan WNA, khususnya dalam dunia bisnis ilegal. Jika Liu Xiaodong terbukti bersalah, maka tidak seharusnya Yu Hao yang dijadikan kambing hitam dalam kasus ini.
Desakan agar penyidikan lebih lanjut dilakukan terhadap Liu Xiaodong dan kelompoknya semakin menguat, agar kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan tanpa manipulasi yang merugikan pihak-pihak yang tidak bersalah. (Bro)