Kejari Tangani Dugaan Korupsi DPRD Garut, Mata Jabar Mantan Ketua DPRD Plot Anggaran

Kejari Tangani Dugaan Korupsi DPRD Garut, Mata Jabar Mantan Ketua DPRD Plot Anggaran

Smallest Font
Largest Font

GARUT | JABARONLINE.COM – Kasus dugaan tindak pidana korupsi Biaya Operasionan (BOP), Pokir dan dana Reses, yang melibatkan anggota dan mantan Ketua DPRD Garut, periode 2014-2019, saat ini sedang ditangani oleh pihak Kejaksaan Negeri Garut. Bahkan, para wakil rakyat serta ASN dilingkungan Pemkab Garut kerap mondar mandir menjalani pemeriksaan.

Namun kendati penanganannya sampai saat ini masih dalam pemeriksaan Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Garut, banyak eleman dan penggiat anti korupsi di Kabupaten Garut terus menyoroti dan mendorong agar kasus yang diduga merugikan uang negara segera selesai dan ada tersangka.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Seperti yang dilakukan oleh Masyarakat Taransparansi Jawa Barat (Mata Jabar), yang dinahkodai Iyep S Arrasyid, mendatangi Gedung Adhiyaksa yang berada di Jalan Merdeka. Kedatangan mereka mempertanyakan penanganan kasus dugaan Tipikor yang melibatkan para wakil rakyat.

“Kasus dugaan Tipikor yang melibatkan mantan Ketua DPRD Garut, AGR beserta wakil pimpinan sudah banyak menyita perhatian publik, hingga saat ini belum ada titik terang. Ini yang banyak menimbulkan pertanyaan besar, sudah dua tahun kasus ini bergulir,” ujar Ketua Mata Jabar, Iyep S Arrsyid, Rabu (12/8/2020) pada wartawan.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Dikatakan Iyep, kedatangannya bersama rekan-rekan ke Kajari Garut, untuk mempertanyakan kejelasan dan kepastian terkait penanganannya. Jangan sampai masyarakat memberikan stigma negatif atas lambannya penanganan kasus ini. Apakah karena anggota DPRD yang banyak relasi dengan kekuasaan, kemudian menjadi kebal hukum, jangan sampai hukum tajam kebawah dan tumpul keatas.

“Sebenarnya masyarakat Garut mendukung dan mengapresisasi, atas keberanian kejaksaan dalam menangani/membongkar kasus Bop Pokir dan Reses dalam rangka menyelamatkan uang negara. Namun demikian jangan sampai dukungan dan apresiasi tersebut menjadi sebuah persepsi negatif dari masyarakat terhadap kejaksaan, sehingga masyarakat tidak percaya lagi terhadap penegakan hukum yang dilaksanakan oleh kejaksaan,” ucapnya.

Untuk kasus BOP yang melibatkan ketua dan wakil ketua DPRD Garut periode 2014-2019 sebenarnya menurut Iyep, sangat sederhana, selama penggunaan BOP memperhatikan asas manfaat, efektivitas, efisiensi, serta dapat dipertanggungjawabkan sesuai peraturan perundang-undangan itu tidak jadi permasalahan. Sehingga pihak kejaksaan tinggal cek laporan penggunaan BOP, disertai dengan bukti pengeluaran yang lengkap dan sah, apakah sudah sesuai atau tidak, berikan kejelasan kepada masyarakat Garut.

“Dengan kasus pokir, pokok-pokok pikiran anggota DPRD hasil dari aspirasi masyarakat melalui reses dan lainnya. Kemudian disampaikan kepada banggar untuk kemudian disampaikan kepada kepala daerah untuk dikaji apakah bernilai manfaat tehadap masyarakat, kemudian sudah termasuk dalam RKPD atau belum, pokok pokok pikirin DPRD yang disampaikan kepada kepala daerah tidak serta merta diterima oleh kepala daerah, tetapi harus diselaraskan dan disesuaikan dengan prioritas pembangunan sebagaimana yang tertuang pada RPJMD,” terangnya.

“Namun apa yang terjadi pada pkoko-pokok pikiran di Garut diduga Bupati memberikan slot anggaran kepada ketua DPRD, kemudian ketua membagi kembali dengan alokasi yang berbeda beda kepada anggota. Disini kita bisa mengendus niat jahat atas pembagian yang berbeda bagi masing-masing anggota DPRD. Diduga terjadi kolusi korupsi dan nepotisme yang dilakukan oleh ketua DPRD bersama anggota, kemudian diduga juga pokir ini dijadikan sebagai gratifikasi dari kepala daerah ( eksekutif ) kepada ketua DPRD (Legislatif) dalam persetujuan pembahasan APBD,” ucapnya.

Atas permasalahn BOP dan Pokir yang diduga melibatkan mantan ketua DPRD bersama dengan Wakil dan anggota DPRD periode 2014-2019, kami berharap kejaksaan bekerja secara profesional. Apabila terdapat indikasi kesalahan, maka segera naikan ke penyidikan dan segera menetapkan tersangkanya. Supaya kasus ini cepat selesai, tidak berlarut dan dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Sehingga memberikan ketenangan bagi anggota DPRD yang tidak terbukti bersalah, dan mereka bisa bekerja secara optimal sebagai Wakil Rakyat.

Hingga berita ini dilaporkan belum ada tanggapan dari pihak Kejaksaan Negeri Garut, terkait audensi dengan elemen Masyarakat Transparansi Jawa Barat.

Atu Restu Fauzi 30

Editors Team
Daisy Floren