Keruwetan Data Bansos, Polemik Tak Berkesudahan
Sebelum adanya pandemi, kondisi masyarakat sudah sangat sulit. Ditambah adanya pandemi tentu bertambah sulit. Terlebih bagi warga Sumedang, khususnya warga terdampak pembangunan Jatigede dan Tol Cisumdawu. Sampai saat ini mereka belum mendapatkan ganti rugi yang semestinya.
Diperkirakan masih ada sekitar 3.000 KK yang belum mendapatkan ganti rugi. Dan ada sekitar 4.000 lembar kwitansi yang sama sekali belum juga dicairkan untuk OTD Jatigede.
Dengan kondisi di atas tentu masyarakat sangat membutuhkan bantuan dari pemerintah. Namun, perihal bantuan sosial ini selalu menuai polemik.
Dari data yang tidak transparan, penerima bansos banyak salah sasaran, dan lamanya pencairan bansos membuat masyarakat bingung dan berang. Sehingga mereka beramai-ramai berdemo kepada dinas terkait.
Terkait bansos yang salah sasaran, pemerintah pusat dan daerah masing-masing tak mau dipersalahkan. Menurut pemerintah pusat, data yang diterima berasal dari pemerintah daerah.
Akan tetapi, pemerintah daerah pun menyatakan bahwa pemerintah pusat perlu membenahi data warga penerima bantuan sosial (bansos) yang terdampak pandemi virus corona (covid 19) “BPS (Badan Pusat Statistik) punya survei sendiri, Kemensus punya survei sendiri, Kementerian Desa juga punya survei sendiri (7/5/2020).
Di Sumedang, data penerima bansos terdampak covid 19 berjumlah 130 ribu KK. Jumlah ini merupakan jumlah KK di luar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebanyak 132.724 KK. Jumlah KK non-DTKS di Kabupaten Sumedang sekitar 130 ribu di antaranya 33.800 KK akan mendapat bansos dari Dana Desa, sebanyak 15 ribu KK akan menerima bantuan dari Pemkab Sumedang, 60.000 KK akan menerima bantuan dari Pemprop Jabar dan 19.680 KK akan menerima bantuan dari bansos Pemerintah Pusat.
Keruwetan data dan banyaknya pos dana untuk bansos itu sendiri dirasa malah akan memperlambat pencairannya. Sedangkan, masyarakat terdampak begitu sangat membutuhkan bantuan tersebut.
Tak seberapa memang, tetapi itu bisa membantu mereka untuk bertahan hidup.
Lamanya pencairan dana bansos dan permasalahan ganti rugi pembangunan Waduk Jatigede yang belum usai, disebabkan paradigma tugas pemimpin dalam sistem kapitalisme adalah melayani kepentingan kapitalis.
Sehingga dalam praktek di lapangan terjadi itung-itungan. Untung rugi selalu jadi pertimbangan tanpa memikirkan nasib rakyat yang jadi korban. Pada akhirnya urusan rakyat diabaikan.
Berbeda dengan sistem Islam, melayani rakyat adalah sebuah kewajiban. Tak ada kepentingan pribadi maupun kelompok di dalamnya. Kepemimpinan dijadikan amanah yang harus benar-benar dijalankan dengan penuh tanggungjawab dan bedasar ketakwaan kepada Allah SWT. Apalagi di tengah pandemi, penguasa memberikan pelayanan terbaik dan menjamin kebutuhan pokok rakyatnya dengan sempurna.
Wallahu a’lam bisshowwab.
Penulis : War Yati
(Komunitas Pena Islam)