Ketua Umum BAKORNAS Hermanto : Kontestasi Pemilu Riskan Korupsi Politik

Ketua Umum BAKORNAS Hermanto : Kontestasi Pemilu Riskan Korupsi Politik

Smallest Font
Largest Font

JABARONLINE.COM - Hermanto S.Pd.K selaku Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Badan Anti Korupsi Nasional (LSM - BAKORNAS) mengatakan, bahwa kontestasi Pemilu seringkali sangat riskan terhadap  potensi tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi yang terjadi cenderung merupakan tindak pidana korupsi politik. Hal itu disampaikannya pada keterangan press release BAKORNAS, minggu 5/11/23

Ia memaparkan, Korupsi politik dalam perspektif institusional merupakan tindakan yang menyimpang dari tugas-tugas peran publik yang formal untuk memperoleh uang atau kekayaan pribadi (perseroangan, keluarga dekat, dan kelompok pribadi) dengan cara yang melanggar peraturan dari orang-orang dalam jabatan tertentu yang dapat mempengaruhi.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Katanya, bentuk-bentuk korupsi politik terdiri dari penyuapan terhadap panjangnya prosedur dan antrian pelayanan publik, penyuapan terhadap pengawasan birokrasi publik, dan penyuapan untuk meningkatkan kekuasaan ekonomi, menjajakan pengaruh pejabat publik untuk menjamin pelaksanaan pertukaran korupsi dari orang yang memberi suap, pembelian suara untuk mempertahankan kekuasaan partai. politik, nepotisme atau patronase untuk mendapatkan pekerjaan tertentu, dan korupsi pembiayaan partai politik.

Ia berpendapat, bahwa untuk mencegah dan meminimalisir korupsi politik maka perlu disusun Undang-Undang keuangan partai politik dan pendanaan kampanye sehingga terwujud suatu sistem keuangan partai politik dan pendanaan kampanye yang transparan dan akuntabel.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Korupsi-korupsi konvensional sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan khususnya yang diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Pungkas Tokoh Aktivis Nasional yang sering disapa dengan panggilan Anto tersebut. 

Ketum BAKORNAS itu juga menegaskan bahwa selama ini, pemberantasan korupsi di Indonesia masih didominasi perspektif hukum dan administrasi. 

Ia menyebutkan, Padahal dalam banyak kasus, ditemukan ada relasi antara tindakan korupsi dengan aspek politik, terutama partai politik sebagai institusi penting dalam sistem politik yang demokratis.

Sebagaimana juga yang disampaikan oleh Mantan Hakim Agung RI, mendiang Artidjo Alkostar, pernah mengatakan bahwa sifat bahaya korupsi politik lebih dahsyat daripada korupsi biasa. Dia bahkan mengatakan korupsi politik adalah pelanggaran hak asasi rakyat. Dampak dari korupsi ini adalah terenggutnya hak-hak strategis rakyat. 

Penyuapan dalam politik tidak hanya untuk memperkaya diri sendiri, tetapi juga untuk berkuasa atau mempertahankan pengaruhnya dalam birokrasi publik. Jika berhasil berkuasa kembali, maka pelaku akan mengatur undang-undang, peraturan, dan kebijakan yang dihasilkan agar berpihak kepada kepentingan ekonomi dirinya semata.

Suap politik misalnya terjadi ketika seorang politisi menyuap lembaga penyelenggara pemilu untuk memenangkan dirinya dalam pilkada atau pemilu. Kongkalikong antara politisi dan lembaga penyelenggara pemilu ini adalah bentuk korupsi dalam sektor politik.

Salah satu kasus korupsi politik yang sering terjadi adalah jual beli suara saat pemilihan. Cara ini dilakukan oleh politisi atau partai politik untuk memenangkan pemilu dan mempertahankan kekuasaan mereka. 

Hermanto menyebutkan lebih lanjut sebagaimana yang telah diketahui publik salah satu jual beli suara yang umum adalah "serangan fajar". Ini adalah istilah yang digunakan untuk praktik bagi-bagi uang oleh kader partai kepada warga di pagi hari sebelum pencoblosan. Tindakan ini dilakukan untuk mempengaruhi keputusan warga dalam memilih.

Hermanto mengajak Masyarakat agar tidak ikut serta dan tidak turut mendukung Praktik - Praktik Korupsi Politik.

"Mari agar setiap warga negara menggunakan haknya untuk memilih secara independen bukan karena pengaruh kuasa atau pun politik uang," ajaknya.

"Kiranya, agar masyarakat lebih meningkatkan peran sertanya untuk turut mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi dengan cara menggunakan hak masyarakat untuk mencari, menemukan dan melaporkan segala bentuk dan upaya tindak pidana korupsi dalam segala aspek dan kegiatan politik," tutupnya.***

Editors Team
Daisy Floren