Kita (Masih) Memiliki Harapan Untuk Literasi Matematis, dengan Catatan-Catatan!
JABARONLINE.COM – Melalui rapat Komisi X Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Mendikbudristek), menjelaskan tentang kurangnya siswa dalam berliterasi matematis.
“Jadi mohon maaf kalau saya mengecewakan, tapi saya lebih baik realistis sekarang. Tidak mungkin 2-3 tahun itu bisa naik (PISA), itu butuh waktu lebih panjang apalagi terpukul dengan pandemi,” kata Nadiem Makarim, Mendikbudristek, dalam rapat Komisi X, Selasa (24/1).
Kata-kata tersebut mencerminkan tantangan permsalahan yang dihadapi Indonesia dalam meningkatkan literasi matematika di kalangan siswanya. Siswa Indonesia kurang literasi matematikanya selama bertahun-tahun, terbukti dengan hasil yang stagnan sejak penilaian oleh Programme for International Student Assessment (PISA) pertama pada tahun 2000.
Keadaan semakin memburuk pada tahun 2018 ketika Indonesia berada di peringkat ke-73 dari 79 negara yang dinilai. Sejauh ini, implementasi Kurikulum Merdeka memang menekankan keterlibatan dan inovasi siswa memberikan landasan untuk perubahan. Namun tantangan dan pertimbangan tetap ada dalam transformasi pendidikan matematika di Indonesia.
Seiring dengan berjalannya transformasi pendidikan yang disertai dengan kurikulum yang memberikan kebebasan yang luas baik bagi guru maupun siswa, program Merdeka Belajar dirancang untuk mendorong pembelajaran sepanjang hayat yang selaras dengan Profil Pelajar Pancasila.
Salah satu aspek kunci dari kurikulum ini adalah penekanan pada pembelajaran interaktif dalam matematika, dimana siswa secara aktif terlibat dengan guru, yang bertindak sebagai fasilitator, dan berkolaborasi dengan teman sebayanya.
Meskipun Indonesia melalui kurikulumnya telah menetapkan rencana dengan jalurnya untuk kemajuan jangka panjang, penting untuk mengakui bahwa peningkatan yang signifikan mungkin tidak akan segera terlihat. Seperti yang diutarakan oleh Nadiem Makarim, “dampak dari upaya saat ini akan terlihat di tahun-tahun mendatang, dalam jangka waktu 4, 5, atau bahkan 7 tahun”.
Mengenai hal tersebut memang wajar, transformasi pendidikan membutuhkan kesabaran dan perspektif jangka panjang. Finlandia memperoleh kemajuan pendidikannya berkat reformasi pendidikan sejak 1970an, atau ekspansi pendidikan oleh Korea Selatan pada 1960an, dan yang lebih spesifik adalah new math di Belanda pada 1960an tentang perubahan pembelajaran matematika. Proses tersebut termasuk dalam membangun literasi matematika.
Mengembangkan kemampuan yang besar membutuhkan kebijakan yang sistemik dan komprehensif yang membahas setiap aspek dari sistem pendidikan. Ini adalah tugas kompleks yang memerlukan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pendidik, pembuat kebijakan, orang tua, dan masyarakat luas.
Kolaborasi diantara para pemangku kepentingan ini sangat penting untuk meningkatkan literasi matematika siswa secara efektif dan memastikan kesinambungannya dalam jangka panjang.
Belakangan ini, sejak dimulainya Kurikulum Merdeka dan semenjak pandemic Covid-19, penerapan di Indonesia sangat menjanjikan untuk mengangkat skor PISA. Dengan tujuan yang terfokus untuk mencapai standar literasi dan numerasi yang lebih tinggi, khususnya dalam persiapan penilaian.
Selanjutnya, Kurikulum Merdeka telah muncul sebagai inisiatif yang penting. Kurikulum ini diperkuat oleh platform Pengajaran Merdeka, sebuah alat pendidikan inovatif yang memberdayakan guru dan lembaga pendidikan dengan menyediakan akses tanpa batas ke berbagai materi pembelajaran.
Platform Merdeka Mengajar berfungsi sebagai katalis untuk praktik pengajaran yang efektif, membekali para pendidik dengan sumber daya yang diperlukan untuk menerapkan Kurikulum Merdeka secara efektif.
Namun, penting untuk dicatat bahwa ada beberapa tantangan dan masalah dalam melaksanakan program-program dalam Kurikulum Merdeka. Baik guru maupun siswa pernah mengalami berbagai masalah, seperti:
1. Penekanan pada belajar mandiri dalam kurikulum mendapat tantangan dan perbedaan pendapat dari banyak pihak. Siswa mungkin merasa sulit untuk memahami dan beradaptasi dengan pendekatan baru ini, terutama jika mereka belum terbiasa dengan gaya belajar seperti itu di kurikulum sebelumnya.
2. Kurikulum memungkinkan siswa untuk memilih mata pelajaran mereka, memberikan lebih banyak fleksibilitas dibandingkan dengan sistem sebelumnya serta menghilangkan standar-standar yang mengekang.
Namun, kebebasan yang baru ditemukan ini juga dapat menimbulkan kebingungan. Selain itu, penerapan pembelajaran berbasis proyek membutuhkan penyesuaian dan upaya yang signifikan.
3. Keberhasilan implementasi kurikulum yang menekankan inisiatif siswa dan belajar mandiri membutuhkan guru yang berkompeten dan produktif. Guru perlu dilengkapi dengan keterampilan, pengetahuan, dan sumber daya yang diperlukan untuk membimbing dan memfasilitasi siswa secara efektif.
Sementara itu, kerangka kerja PISA terbaru yaitu tahun 2022 menekankan pentingnya penalaran matematis dan pemecahan masalah dalam “konteks dunia nyata”. Penalaran yang demikian tentunya melampaui pengetahuan dan keterampilan yang menuntut siswa untuk bekerja lebih keras.
Tuntutannya menekankan pada kemampuan menggunakan matematika untuk menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi fenomena. Oleh karenanya, kurikulum saat ini di Indonesia pun harus selaras dengan tujuan tersebut dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan pemahaman konsep matematika yang kuat dan terlibat dalam eksplorasi dunia nyata.
Untuk memaksimalkan potensi program yang dilaksanakan untuk mendorong literasi matematika, sangat penting untuk mengevaluasi dan mengatasi tantangan yang dihadapi. Proses evaluasi ini harus melibatkan masukan dari guru dan siswa.
Selain itu, pengembangan kompetensi profesional berkelanjutan untuk guru matematika juga perlu menjadi perhatian. Dengan berinvestasi dalam pelatihan dan dukungan kepada mereka, guru dapat meningkatkan pengetahuan kependidikannya.
Sementara bagi siswa, pemahaman matematika sangat penting dalam mengatasi masalah dan situasi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dan konteks profesional. Selain itu, pengembangan kemampuan penalaran matematis berperan penting dalam pemecahan masalah dan literasi matematika secara keseluruhan.
Meskipun Indonesia menghadapi tantangan dalam meningkatkan literasi matematika, masih ada harapan untuk maju. Pelaksanaan kurikulum Merdeka Belajar meletakkan dasar untuk perubahan positif. Namun, penting untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh guru dan siswa dan memberikan dukungan dan sumber daya yang diperlukan.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif serta melibatkan semua pemangku kepentingan, Indonesia dapat membuka jalan bagi peningkatan literasi matematika di kalangan siswanya, memastikan kesiapan mereka untuk literasi matematika dan untuk masa depan bangsa.***
Penulis : Sani Sahara
Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika UPI