Kontestasi Diskursus: Indonesia Maju vs Indonesia Menang
Kontestasi Diskursus: Indonesia Maju vs Indonesia Menang
*Rudi Haryono
Menyimak dinamika debat pilpres 2019 yang lalu, ada dua frase yang menarik bagi untuk kita sebagai publik: Indonesia Maju dan Indonesia Menang. Dua frase yang memiliki makna positif ini memiliki makna semantik, politik dan pragmatik yang menarik untuk dikaji. Diksi “maju” dalam bahasa Inggris bisa didefinisikan secara semantiknya progressive, leading, dan developed, sedangkan “menang” dapat didefinisikan winning, victory, dan prestige.
Dalam ilmu linguistik, hirarkis kajian bahasa dari sederhana sampai kompleks adalah semantics, pragmatics, sociopragmatics dan discourse. Dalam perspektif yang lebih sempit, Hart, et.al. (2013) dalam buku “In Political Tone: How Leaders Talk and Why, ” menjelaskan bahwa “It’s not what you say, but how you say it. Solving problems with words is the essence of politics, and finding the right words for the moment can make or break a politician’s career.” Buku yang menganalisa kumpulan kata dalam tulisan dan lisan dari pidato dan debat kampanye para politisi. Menurut Hart dalam politik seorang politisi harus mampu menguasai “how” daripada “what” dalam menuturkan sebuah kata. Seorang politisi harus menguras fikiran untuk dapat menciptakan sebuah kata yang benar, tepat dan efektif sesuai dengan momentum yang ada.
Sedangkan menurut Fairclough (1992) yang mempopulerkan Critical Discourse Analysis (CDA) “ …CDA explores relationships between discursive practices, texts, and events and also wider social and cultural structures, relations, and processes.” Konsep CDA Fairclough telah berhasil berkontribusi dalam mengungkap latar belakang atau ideologi yang dimiliki oleh seseorang dalam berbahasa dengan memperhatikan konteks wacana, teks, dan peristiwa serta struktur, hubungan dan proses sosial budaya. Kedua diksi ini sangat menarik untuk ditelaah filosofi, orientasi dan sosiologi bahasanya. Pemilihan diksi “maju” dan “menang” tentunya sudah merupakan sebuah refleksi, evaluasi dan serta pilihan orientasi yang telah diolah sedemikian rupa oleh para tim kampanye masing-masing. Dua diksi yang keluar ketika debat yang begitu menjiwai setiap kata-kata yang disampaikan dari narasi besar visi-misi para capres.
Indonesia Maju
Menurut hemat saya Indonesia, sebagai petahana kubu Jokowi berniat mentahbiskan bahwa selama periode lima tahun kepemimpinannya sudah cukup banyak kemajuan yang dicapai terutama di bidang infrastruktur dan ekonomi dengan parameter makro dan mikronya. Satu pernyataan menarik dari Jokowi adalah “Kami menawarkan optimisme dan masa depan Indonesia. Semakin maju, semakin modern,”pernyataan tersebut secara tersirat bisa dimaknai bahwa pemerintah saat ini sudah berhasil memajukan Indonesia dan tentunya untuk lebih maju harus dipimpin oleh presiden yang sudah meletakkan fondasi awal kemajuan tersebut. “Maju” juga bisa dimaknai secara sempit menjadi “developed country” atau negara maju. Konsep negara maju tersebut seringkali dimaknai metamorphosis dari negara berkembang (developing country) menjadi negara maju (developed country). Diksi “maju” secara sosiopragmatik bermaksud menyadarkan rakyat Indonesia bahwa saat ini Indonesia telah berada pada kondisi yang lebih baik (progressive). Diksi “maju” juga memiliki makna klaim politis akan sebuah pencapaian kondisi saat ini yang memang dalam perspektif Jokowi sudah demikian.
Indonesia Menang
Salah satu pernyataan Prabowo yaitu” …syarat menuju Indonesia menang mengharuskan adanya swasembada pangan, bahan bakar, air bersih, dan lembaga pemerintahan yang kuat.” Menurut hemat penulis, Prabowo bermaksud mengagitasi rakyat Indonesia untuk berjuang bersama “memenangkan” Indonesia dalam kontestasi pergaulan dunia internasional. Indonesia sebagai negara besar dengan sumber daya alam yang masih melimpah ruah, namun menurut perspektif Prabowo kekayaan Indonesia tersebut masih belum dapat mensejahterakan rakyat Indonesia dalam perspektif yang lebih luas. Pilihan diksi “menang” merefleksikan sebuah spirit heroik, perjuangan dan psikologi bahasa yang menyulut semangat untuk “memenangkan” Indonesia di pusaran peradaban dunia. Diksi “Indonesia Menang” memang senapas dengan gaya bicara dan retorika Prabowo yang memiliki intonasi, pitch dan tone bicara yang lantang dan keras. Hal tersebut memang sesuai dengan latar belakang Prabowo yang militer. Diksi “menang” juga merupakan sebuah realitas kegelisahan yang ingin ditunjukkan Prabowo kepada masyarakat Indonesia, bahwa saat Indonesia masih “kalah” dalam permainan dan pergaulan dunia baik secara ekonomi dan bidang lainnya. Diksi “menang” seolah-olah ingin membangkitkan singa yang sedang tidur untuk bangun dan berlari kencang memenangkan pertempuran.
Maju vs Menang: Ekspektasi Rakyat
Membicaraka debat putaran pertama yang cukup menarik, tentunya kubu Jokowi dan Prabowo saling mengklaim memiliki visi misi yang lebih rasional, realistis, taktis dan bersifat solutif bagi permasalahan bangsa ke depan. Pasca debat putaran pertama, paling tidak telah menambahkan dua diksi di alam bawah sadar rakyat Indonesia: maju atau menang. Kedua kata tersebut sepintas hampir sama, memiliki rasa bahasa yang positif dan optimism, tinggal bagaimana tim sukses meyakinkan narasi-narasi besar dalam visi misinya ke dalam sebuah program kerja yang taktis dalam merubah kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik. Meminjam istilah Van Dijk (2008), “…by using speech, society feels that the candidates stand beside them and have the same thought.” Dari perdebatan dan narasi-narasi verbal para kandidat, manakah visi misi yang dituangkan dalam judul besar “Indonesia Maju vs Indonesia Menang” yang lebih mencerminkan realitas, spirit, kondisi kebatinan dan juga psikososial rakyat Indonesia. Diksi “maju” dan “menang” beberapa hari ke depan akan menjadi kata rayuan yang akan terus diperdengarkan ke rakyat Indonesia untuk mendapatkan simpati dan juga kesamaan pikiran yang sama antara kandidat capres dengan rakyatnya secara menyeluruh. Disinilah bahasa berfungsi begitu dinamis, tidak statis. Ujaran-ujaran bahasa yang digunakan oleh para kandidat adalah hasil dari eksplorasi realitas sosial, politik, ekonomi dan bidang lainnya yang ingin benamkan ke alam bawah sadar rakyat Indonesia. Selanjutnya tinggal bagaimana kemampuan literasi dan daya kritis berfikir rakyat Indonesia membaca situasi kehidupan berbangsa dan bernegara dikomparasikan dengan dinamika kemajuan bangsa dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Hal mendasarnya adalah tingkat kepuasan dan ekspektasi rakyat Indonesia terhadap sebuah perubahan. Disinilah diksi “maju” dan “menang” harus mampu meyakinkan rakyat dalam menentukan pilihan politiknya.
*Kandidat Doktor Applied Linguistics UNIKA ATMA Jaya Jakarta
Dosen STKIP Muhammadiyah Bogor