Korupsi Musuh Pancasila
Presiden Soekarno pernah berkata, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri”. Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang filsuf yunani Cicero yang menyatakan Historia Vitae Magistra sejarah memberikan kearifan dan kebijaksanaan. Bijaksana dalam hal pemaknaan ini dimaksudkan dalam dua variabel yang saling berkorelasi satu dengan yang lainnya, di satu sisi arif dalam memaknai masa lalu bangsa dengan mengingat, menilisik, menkontemplasikan dan di sisi lain mengelaborasikan hal itu dalam komponen dan sistem yang satu untuk menata kehidupan bangsa yang lebih baik di masa periode berikutnya. Kompleksitas dan heteregonitas problematik lika-liku perjalanan bangsa saat ini kian hari mengalami terpaan badai masalah yang amat besar dan rumit sehingga akan berimplikasi buruk pada eksistensi sebuah negara yang bernama Indonesia.
Dalam mengahadapi aneka problema bangsa dalam memperkokoh ketahanan Indonesia dibutuhkan senjata pamungkas dengan melandasi kehidupan berbangsa dan bernegara dibawah payung agung pancasila. Pancasila merupakan dasar negara yang amatlah penting bagi suatu bangsa, tanpa dasar mustahil kiranya suatu bangsa dapat bertahan berpuluh tahun lamanya sejak merdeka, tentu tanpa dasar bangsa akan goyah, rapuh dan mudah terombang ambing sesuai selera pemerintahan yang sedang berkuasa, tanpa tujuan yang jelas dan tanpa arah sehingga mudah digerakkan sesuai remote kontrol pemerintah yang sedang berkuasa.
Perumpamaan negara yang tak memilki pondasi tumpuan untuk berdiri adalah seperti bangunan yang tidak punya tiang penyanggah maka tentu bangunan itu akan roboh yang pada akhirnya akan menjadi barang rongsokan yang murah hargannya. Pancasila disebut juga weltanschauung atau pandangan hidup, hal itu menunjukkan bahwa pancasila merupakan gagasan yang amat mulia yang dibangun berdasarkan sistem nilai, norma yang derivasinya terarah pada sistem moral dan sistem hukum negara bangsa yang bermuara pada kulminasi kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. The founding fathers telah meletakkan pondasi itu dalam tubuh UUD 1945 yang dapat dijadikan sebagai pedoman, rujukan dalam membangun bangsa yang lebih dinamis yang berorientasi pada kemajuan.
Indonesia merupakan negara yang sedari lama merdeka di bawah bayang-bayang penjajah, memasuki ulang tahun yang ke-75 dibulan agustus mendatang sudah selayaknya Indonesia kembali memperbaiki sistem hukum yang dapat memberikan kepastian eksistensinya sebagai negara yang merdeka. Bahkan jika dicermati lebih jauh sebenarnya Indonesia sudah memiliki sumber hukum yang amat sesuai dengan konteks masyarakat Indonesia dengan menjadikan Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi yang memiliki sifat fundamental keberlakuannya. Pancasila harus secara konsekuen dijadikan leitmotive dan leitstar bintang bersinar dan kebijaksanaan dalam mengawasi dan mengarahkan segala kebijakan pemangku kebijakan yang berorientasi pada kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia.
Salah satu poin penting yang menjadi sorotan dan dimafhumkan bersama adalah terkait isu korupsi yang setiap regenerasi pemerintahan menjadi bahan kajian yang paling pelik dan runyam untuk diselesaikan, mengingat korupsi adalah musuh besar yang sewaktu-waktu dapat merogoti dan mengikis sendi-sendi demokrasi serta meluluhlantakkan Pancasila dari perdaban kesejarahan Indonesia. Pancasila akan berkutik pada semantik dalam kertas yang dihias dengan bumbu-bumbu pemanis tetapi bungkam dan membisu sebab ulah terpaan badai korupsi yang amat besar untuk ditanggulangi.
Korupsi telah menjadi perilaku kolektif pemerintah dan pemangku kebijakan mulai dari tingkat pusat hingga tingkat daerah, jika pada orde baru korupsi hanya terjadi pada lingkup sistem kekuasaan yang ada dipusat justru dengan telah bergulirnya ke era reformasi perilaku korupsi semakin mendapat tempat, tidak hanya di daerah melainkan juga merembes ke seluruh jajaran pemerintahan dan seluruh elemen. Korupsi telah memukul rata semua lembaga yang ada di Indonesia bahkan mirisnya lembaga yang diperuntukkan dan didesain untuk membasmi kejahatan korupsi malah ikut tersandung kasus korupsi.
Sebut saja Lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif dan lembaga-lembaga lainnya Kesemua lembaga tersebut secara realistis telah terbukti dinodai oleh perilaku korupsi. Yang jelas korupsi telah melingkup dan satu padu dengan pemilik ototitas kekuasaan. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Lord Acton power tend to corrup absolute power corrupt absolutely (orang yang memilki kekuasaan cenderung menyalahgunakan kekuasaan dan kekuasaan yang dimilki sudah pasti disalahgunakan)
Tentu jika hal ini tidak menjadi perhatian serius dari lini pemerintah dan masyarakat untuk menyongsong Indonesia yang bersih tanpa korupsi konsekuensi dari perilaku korupsi yang dibiarkan akan menganggu pada eksistensi Pancasila sebagai dasar negara. Korupsi merupakan salah satu bentuk penghinaan terhadap pancasila karena perilaku korupsi distorsi dengan sila-sila yang melekat dalam tubuh Pancasila. Korupsi adalah penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan untuk memperkaya diri, kelompok dan partai serta berefek pada kesengsaraan yang diderita rakyat.
Hal ini jelas bertentangan dengan sila pancasila karena korupsi bentuk menifestasi dari niat jahat yang dibingkai dalam cover yang bagus untuk menyengsarakan rakyat, orang yang melakukan korupsi nyatanya tidak mencintai manusia dan juga tuhannya jika ia memang mencintai keduanya maka tidak akan timbul penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan, sederhananya korupsi bagian dari bentuk penghinaan terhadap tuhannya. Agar korupsi dapat dientaskan dan diminimalisir keberadaannya dibutuhkan perpaduan energi positif dari berbegai elemen bangsa yang berdikari dan bersatu padu membasmi dan mengutuk perilaku korupsi di Indonesia dengan tidak memberikan pengecualian kepada siapa saja yang terbelit kasus korupsi kalangan bawah, pejabat tinggi, ataupun yang memilki banyak harta mesti diterapkan keadilan yang seadil-adilnya dengan mepersamakan semua orang dimata hukum tanpa dipandang ras, suku, budaya, etnik dan agama dan juga tidak dipandang daerah mereka berasal, warga biasa atau warga yang berharta.
Dalam hal ini dibutuhkan sikap optimistis dalam memerangi perilaku korupsi tanpa pandang bulu siapa yang melakukan, keadilan yang adil dan beradab dan keadilan bagi seluruh indonesia selayaknya diabadikan dalam sistem hukum yang ada di negeri ini.
Miris kiranya jika melihat agenda hukum dari hari ke hari semakin memarginalkan kaum bawah dan memperlebar jalan mulus bagi kaum berharta. Teringat pada peristiwa yang menimpa nenek minah dan pritasari yang memperlihatkan keadilan seolah-olah telah pergi dari jati diri bangsa bahkan seakan telah mati, mencuri kakao dan memprotes lewat email sebuah Rumah Sakit menjadikan nasib buruk lagi menyedihkan pada kedua insan itu dalam berhadapan dengan hukum yang menjadikan penjara sebagai tempat peristirahatan untuk wajah-wajah yang mengukir elegi kepedihan rasa keadilan di tanah air dan juga eulogi untuk ucapan mengiringi pada penguburan kepedihan.
Berbeda halnya jika yang melakukan kejahatan semisal korupsi adalah white collar crime (Kejahatan kerah putih) akan dimungkinkan sebuah keniscayaan diringankan beban hukuman kalau tidak dibebaskan. Seolah-olah kita berasumsi di Indonesia rupanya berlaku prinsip pencurian, jika yang mencuri itu dari kalangan kelas ekonomi menengah kebawah maka akan diganjar dengan hukuman yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku baik substansial maupun formal, adapun jika yang mencuri itu adalah orang yang memilki otoritas kuasa dan punya pengaruh besar maka uang hasil kerja curiannya selama menjabat hanya dinilai sebelah mata bahkan bisa dianggap sebagai pahlawan. Ya pahlawan kepentingan dan kelompok.
Oleh karena itu sewajar dan sepatutnya dalam rangka peringatan hari lahir pancasila pada hari ini menjadikan semuanya sebagai refleksi untuk berbenah ke arah yang lebih baik. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang sebenarnya ditempatkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandug didalamnya dan yang paling penting adalah membasmi hanguskan perilaku korupsi di Indonesia agar tidak lagi menjadikan Pancasila dihina dinakan. Terakhir, siapapun kita tentu berharap pancasila dapat dijadikan dasar dalam penyatuan tujuan bersama membangun Indonesia yang lebih baik kedepannya yang tidak hanya menjadi pajangan dibingkai foto, semantik dalam teks ataupun sebagai emblem yang tak memilki arti.
penulis : Gandi Putra, Mahasiswa Fakultas Syariah UIN IB Padang