Masjid AL Jabar Imajinasi Ridwan Kamil Jadi Kebanggaan Jabar
KOTA BANDUNG | JABARONLINE.COM – Arsitektur Masjid Al Jabbar yang begitu megah berasal dari imajinasi Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Imajinasi itu kemudian dituangkan dalam bentuk sketsa dan menjadi dasar arsitek serta kontraktor untuk membangun masjid yang terletak di Gedebage, Kota Bandung, tersebut.
Kang Emil sapaan Ridwan Kamil menceritakan, dirinya membutuhkan proses panjang dalam merancang desain Masjid Al Jabbar. Selain berkontemplasi, ia melakukan riset untuk memperkaya imajinasinya.
Hingga akhirnya, Kang Emil terinspirasi dari ilmu matematika Aljabar dalam mendesain Masjid Al Jabbar. Menurutnya, penemu Aljabar, Al-Khawarizmi, merupakan ilmuwan yang mampu membangkitkan peradaban melalui ilmu matematika.
Selain dua hal tersebut, Al Jabbar merupakan asmaulhusna yang berarti Maha Berkehendak. Tiga hal itu, kata Kang Emil, terkandung sekaligus dalam nama Masjid Al Jabbar.
“Saya berimajinasi kemudian berkontemplasi. Butuh riset juga. Jadi, sebulan itu tidak ada ide. Akhirnya, karena Jabar adalah Jawa Barat, Aljabar juga matematika, sehingga gagasan besarnya adalah mengambil inspirasi dari rumus matematika,” kata Kang Emil.
Kang Emil tidak menampik bahwa desain Masjid Al Jabbar sangat rumit dan sulit untuk terwujud. Namun, ia punya keyakinan besar bahwa imajinasi yang rumit tersebut dapat menjadi kenyataan apabila diterjemahkan dan dituangkan dengan sebaik-baiknya.
“Diimajinasi saya agak rumit. Bentuk-bentuk yang melengkung-lengkung dengan berbagai variasi itu tidak mudah diwujudkan kalau menggunakan teknik membangun biasa,” ucapnya.
Maka, kata Kang Emil, pencarian teknik dan material baru untuk membangun Masjid Al Jabbar dilakukan. Akhirnya, sejumlah teknik dan material baru pun ditemukan. Hal itu menjadi ilmu baru sekaligus memperkaya dunia arsitektur masjid.
“Jadi masjid ini memberikan ilmu baru, cara membuat bentuk-bentuk lengkung yang biasanya susah menjadi lebih mudah. Makanya saya yakin kontraktor di sini punya pengalaman luar biasa, menemukan cara-cara baru,” tuturnya.
“Hidup kita kan berimajinasi. Kita melihat masa lalu sebagai cermin, kita bertindak hari ini, kemudian kita mendesain masa depan,” imbuhnya.
Manajer Produksi Proyek Pembangunan Masjid Al Jabbar Affy Primadhian mengamini pernyataan Kang Emil tersebut. Menurutnya, ada banyak tantangan sekaligus keistimewaan dalam Masjid Al Jabbar. Salah satunya, bangunan utama tanpa tiang tengah.
Affy Primadhian menuturkan, ada banyak tantangan yang dihadapinya. Namun, perlahan dan pasti, satu per satu konstruksi Masjid Al Jabbar dapat terealisasi sesuai dengan harapan.
“Tantangannya banyak sekali karena desain yang diberikan Pak Ridwan Kamil ini sangat unik. Jadi bagi kami pelaksana konstruksi harus benar benar berpikir bagaimana caranya mewujudkan bentuk yang diharapkan,” ucapnya.
“Saya sendiri pada waktu melihat desain awal, saya berpikir keras, ini suatu tantangan buat kami. Begitu ini menjadi kenyataan sebuah kebanggaan bagi kami sendiri untuk bisa merealisasikan apa yang didesain oleh Pak Gubernur menjadi bangunan yang epik,” imbuhnya.
Sementara itu, Pimpinan PT Urbane Indonesia, Reza Achmed Nurtjahja yang terlibat dalam tim desain awal bersama Senior Arsitek Urbane Indonesia Bayu Wahyudin (Alm.) mengatakan bahwa perjalanan desain Masjid Al Jabbar cukup panjang dan rumit. Ada banyak diskusi dan kolaborasi untuk menerjemahkan sketsa dan gagasan Kang Emil.
“Jadi dari coretan tangan. Kemudian kita modelling dengan komputer, dengan parametrik, sehingga setiap titik itu bisa ketemu, dan ada rumusnya, dan itu yang terus dielaborasikan oleh Tim Urbane Indonesia,” kata Reza.
Reza mengatakan, selain usaha yang maksimal, kolaborasi menjadi hal krusial dalam merancang desain sekaligus membangun Masjid Al Jabbar. Dengan kolaborasi, semua tantangan mampu terjawab dengan sebaik-baiknya.
“Imajinasi itu tentunya tidak hadir begitu saja sampai jadi kenyataan, itu diperlukan suatu usaha, suatu kolaborasi, tidak hanya sendirian, tapi tentunya kolaborasi dengan tim lain,” ucapnya.
“Risetnya macam-macam, dari konseptual, kemudian riset di engineering, itu memerlukan kolaborasi. Riset pada material kita perlu kerja sama dengan beberapa produk material, vendor-vendor dihadirkan, sehingga mereka mempunyai detail yang cukup bagus, sehingga tidak terjadi permasalahan-permasalahan,” tambahnya. (Dhera)