Media Cetak Diprediksi Lebih Menyehatkan Akal Pikiran Dibandingkan Media Sosial
BANDUNG | JABARONLINE.COM – Media sosial, Tiktok, Face Book, Instagram, Youtube dan media sosial lainnya cenderung lebih diminati generasi remaja atau pemuda saat ini. Dari pada media cetak, diantaranya kitab, koran, buku, dan bahan bacaan lainnya yang bertahan mendampingi masyarakat intelektual saat ini.
Disisi lain, karena media sosial harganya yang murah, lebih simpel tampilannya dan banyak pilihan tayangan untuk dinikamti. Sedangkan media cetak sangat terbatas atau tidak terlalu banyak ragam isinya untuk dinikmati, karena didesain lebih secara khusus untuk membuat penikmatnya atau pembacanya fokus pada tema bahasan kajian yang disediakan atau dicarinya.
Selain itu media sosial yang lebih banyak menghadirkan konten hiburan menjadi daya tarik tersendiri kepada peminatnya untuk mengobati rasa bosan dari beban rutinitas hariannya. Namun jika diprediksi antara mengkonsumsi media sosial dengan media cetak, manakah yang lebih menyehatkan pikiran?…
Mari kita kaji bersama dengan sumber referensi yang ada. Dari fakta sejarah dan kenyataan saat ini, dahulu memang media cetak lebih dekat dengan masyarakat. Namun sejak ada perkembangan atau perluasan dengan kecepatan jangkauan akses tekonologi infomasi ke masyarakat saat ini, membuat media cetak mulai ditinggalkan.
Tetapi kalau diprediksi atau dibandingkan, tentang manfaat bahkan maslahat dan lebih menyehatkan pikiran. Antara media cetak dan media sosial, manakah yang harus diprioritaskan dipilih?…
Media sosial memang lebih unggul, karena bisa menampilkan gambar bergerak atau video, hal itu tidak dimiliki media cetak. Media sosial memang lebih cepat memberikan informasi, namun kadang informasinya tidak selalu benar bahkan tidak layak ditonton oleh kaum milenial lintas umur.
Media cetak memang agak lambat menyebarkan informasi, sebab perlu waktu untuk proses produksi & distribusi. Itu yang menjadi pembeda atau ciri antara keduanya. Media sosial lebih cepat tersebar, karena sumber informasi dikelola oleh satu orang. Sedangkan media cetak mengharuskan ada ruang redaksi yang terdiri dari beberapa orang profesional dan terikat oleh undang-undang No.40 tahun 1999 tentang pers / media massa dan pedoman kode etik jurnalistik. Sehingga hasilnya lebih sempurna dan layak dikonsumsi publik.
Tampilan media sosial dengan cahaya layar sentuhnya, media cetak dengan aroma berbeda dari setiap lembar kertasnya. Memiliki pengaruh yang berbeda kepada manusia. Media cetak cenderung tidak memberikan pengaruh pada kondisi kesehatan, sedangkan terlalu lama dengan layar media sosial, ada banyak radiasi yang akan berdampak kurang bagus bagi tubuh menurut medis.
Salah satunya adalah gejala Computer Vision Syndrome yang merupakan sekumpulan gejala yang berhubungan dengan mata dan penglihatan akibat penggunaan komputer. Gejala tersebut di antaranya adalah mata kering, penglihatan buram, mata merah, iritasi mata, penglihatan ganda, nyeri kepala & leher.
Selain pengaruh itu celah-celah kejahatan juga lebih banyak dan mudah muncul dari ruang media sosial. Bahkan kaum akademisi yang sempat mencermati tentang awal rusaknya akhlak generasi pelajar saat ini, terprediksi disebabkan adanya penyakit kecanduan media sosial.
Selanjutnya dalam proses mengkonsumsi media sosial dengan media cetak hasilnya sangat berbeda. Mereka penikmat media sosial cenderung berleha-leha atau lalai tak kenal waktu, bahkan ada yang rebahan bermalas malasan.
Sehingga apa yang didapatnya tidak terlalu banyak untuk modal pengembangan potensi dirinya. Sedangkan mereka penikmat media cetak cenderung dibatasi waktu, memiliki waktu khusus, duduk tegak ditempat yang lebih nyaman. Membawa kearah suasana edukatif yang penuh keseriusan untuk membaca, ada juga yang sempat menganalisa setiap isi atau referensi dari lembar media cetaknya. Sehingga lebih banyak hasil informasi atau ilmu yang dipahaminya.
Penulis: Dwi Arifin (Jurnalis media cetak & online, Duta Baca Dispusipda Jabar)