Media Pembelajaran Fun Science Games (FSG) untuk Menumbuhkan Sembilan Nilai Antikorupsi (SEMAI) Oleh : Aldi Yudawan

Media Pembelajaran Fun Science Games (FSG) untuk Menumbuhkan Sembilan Nilai Antikorupsi (SEMAI) Oleh : Aldi Yudawan

Smallest Font
Largest Font

Media Pembelajaran Fun Science Games (FSG) untuk Menumbuhkan Sembilan Nilai Antikorupsi (SEMAI)
Oleh : Aldi Yudawan

Korupsi sudah menjadi kejahatan yang luar biasa di Indonesia bahkan dunia. Dampak yang ditimbulkannya sangat besar. Bukan hanya generasi pelaku yang merasakannya, melainkan juga generasi selanjutnya. Dampak tersebut menghambat terwujudnya tatanan masyarakat yang adil dan makmur sebagai cita-cita Bangsa Indonesia.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Tantangan yang Besar
Disarikan dari berbagai sumber, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2018 menunjukan bahwa Indonesia menempati posisi ke-89 dari 180 negara. Nilai yang diperoleh 38 dari skala 0 100. Hal ini menunjukan tingkat korupsi sebuah negara. Semakin nilainya rendah, berarti makin korup negaranya. Begitupun sebaliknya.
Pada tahun sebelumnya, Indonesia berada di posisi 96 dengan nilai 37. Terdapat peningkatan satu poin. Hal tersebut tidak menjadikan penegakan hukum terhadap kasus korupsi di negara kita lebih maksimal. Kondisi ini adalah evaluasi bagi semua pihak. Khusus dalam hal ini penegak hukum agar bisa menyusun strategi pemberantasan korupsi.
Penegak hukum memang menjadi garda depan pemberantasan korupsi. Tugas besarnya difasilitasi negara dengan biaya yang besar. Anggaran yang dikelola oleh Kepolisian untuk menangani satu kasus korupsi adalah Rp. 208 juta. Kejaksaan dengan pagu anggaran sebanyak Rp 200 juta dengan 520 kantor di seluruh Indonesia. Sementara Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) mendapatkan pagu anggaran sekitar Rp 12 miliar untuk 85 perkara. Dengan anggaran sebesar itu, wajar bila harapan pemberantasan korupsi tinggi.
Dalam upayanya memberantas korupsi, pihak berwenang yang sudah disebutkan bisa merangkul masyarakat. Masyarakat bisa berperan sebagai pengawas bagi kinerja penegak hukum, mulai dari kasus yang ditangani, tersangka yang ditetapkan, hingga kerugian negara yang ditemukan. Peran tersebut sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tantangannya besar, sebab itu tidak mudah. Tantangan terbesar masyarakat adalah kurangnya pengetahuan tentang korupsi dan minimnya informasi tentang penanganan sebuah kasus korupsi. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan Komisi Informasi pada tahun 2016, Kepolisisan dan Kejaksaan tidak masuk peringkat 10 besar pengelola informasi publik secara terbuka. Bahkan pada tahun 2017, lembaga penegak hukum tersebut tidak masuk ke dalam peringkat lembaga yang informatif.

Semua Bisa Urunan
Dalam panduan pemberantasan korupsi KPK, terdapat tiga poin strategi pemberantasan korupsi, yaitu refresif, perbaikan sistem, dan edukasi serta kampanye. Hal ini bisa menjadi kunci bahwa pemberantasan korupsi bukan milik penegak hukum saja. Jika tidak punya kekuasaan, jangan khawatir dan putus asa. Kita masih bisa menempuh banyak cara untuk ikut andil memberantas korupsi, yaitu dengan edukasi dan kampanya. KPK tidak bekerja sendiri, kita bisa membantunya dengan menjadi amunisi antikorupsi di bidang pendidikan.
Ada empat kementerian yang sepakat mengimplementasikan pendidikan antikorupsi di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Empat kementerian itu adalah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan Kementerian Agama (Kemenag). Dalam kesepakatan tersebut tertuang sembilan poin Rencana Aksi Implementasi Pendidikan Karakter dan Budaya Antikorupsi. Satu poin di antaranya memerlukan peran sentral guru untuk membantu menyusun dan mendistribusikan materi pembelajaran yang memuat nilai-nila Pendidikan Karakter dan Budaya untuk menumbuhkan budaya antikorupsi. Itu berarti guru bisa berperan salah satunya dengan membuat media pembelajaran.
Pada tahun 2016 di Bali, penulis mengikuti kegiatan Teacher Super Camp (TSC) yang digagas KPK. Kegiatan tersebut dibuat dengan tujuan merumuskan peran guru daam upaya pemberantasan korupsi. Guru dibekali pengetahuan tentang korupsi, mulai dari definisi hingga cara pencegahan dan penanggulangan. Terdapat sembilan nilai antikorupsi, yaitu jujur, peduli, mandiri dan disiplin, tanggung jawab, kerjasama, sederhana, kerja keras, berani, dan adil.
Di setiap materi terdapat diskusi yang menarik dengan peran aktif guru. Di sesi akhir disimpulkan bahwa guru bisa berperan memberantas korupsi sesuai dengan bidangnya, yaitu pendidikan. Langkah kongkretnya dengan membuat media pembelajaran. Guru juga dibekali cara mendesain pembelajaran antikorupsi sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Tahun berikutnya penulis mengikuti kegiatan Training For Trainer Pelatihan Guru Antikorupsi (Anti-Corruption Champion) di Pusat Belajar Antikorupsi (PBAK) di Bogor. Penggagasnya Dompet Dhuafa (DD). Guru diberikan materi bagaimana mendesain pembelajaran antikorupsi, termasuk di dalamnya membeuat media pembelajaran antikorupsi dan bersiap menjadi trainer penyebarluasan kampanye antikorupsi.
Selepas kegiatan tersebut, tantangan sebenarnya adalah pada saat kembali ke sekolah. Banyak literatur yang berdasarkan penelitian menyebutkan bahwa pendidikan antikorupsi memang penting dalam menumbuhkan karakter anak, akan tetapi guru harus terus berinovasi dan konsisiten agar proses pembelajarannya tetap memuat nilai antikorupsi. Selain itu agar peseta didik kelak menjadi generasi yang memiliki itegritas yang tinggi.
Jika sekolah sudah menjadi media pendistribusian ilmu antikorupsi, maka sekolah akan menjadi tempat untuk membiasakan diri para warganya untuk tidak melakukan korupsi. Sekolah bukan hanya tempat melahirkan generasi yang berintelektual tinggi, tetapi juga generasi yang memiliki integritas moral yang tinggi.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Fun Science Games (FSG)
Upaya mewujudkan sekolah sebagai media pendistribusi nilai-nilai antikorupsi penulis ejawantahkan ke dalam pembuatan media pembelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Kumpulan media pembelajaran ini disebut Fun Science Games (FSG) yang berisikan nilai-nilai antikorupsi dalam pembelajaran sains.
Di antara media pembelajaran itu adalah Fun Science PuzCo (Puzzle Comic) dan papan permainan (boardgame) Fun Science Engklek (Fuscek). Media pembelajaran Fun Science PuzCo menekankan pada pembuatan puzzle menjadi sebuah bentuk utuh. Karena penulis mengajar ata pelajaran sains, materi yang dipelajari meliputi sistem organisasi kehidupan. Nilai antikorupsi yang terkandung di dalamnya adalah jujur, peduli, tanggung jawab, adil, dan berani. Hasil yang diperoleh setelah wawancara dengan peserta didik adalah mereka lebih berantusias dan mudah dalam memahami materi. Selain itu, mereka merasa memiliki sikap-sikap yang terdapat dalam nilai antikorupsi bukan melalui paksaan, melainkan melalui kesadaran yang menyenangkan.
Lain halnya dengan papan permainan (boardgame) Fun Science Engklek (Fuscek) yang berisi materi sains berbasis kearifan lokal. Di dalamnya terdapat permainan engklek untuk menggagalkan praktek korupsi yang akan dilakukan penegak hukum dan para bos dari perusahaan tertentu karena melakukan pencemaran lingkungan. Karakter pemainnya diambil dari suku-suku yang ada di Indonesia. Boardgame ini menumbuhkan nilai-nilai antikorupsi melalui kearifan lokal masyarakat Indonesia. Nilai antikorupsi yang terdapat di dalamnya adalah disiplin, mandiri, kerjasama, kerja keras, berani, dan sederhana.
Setelah belajar melalui media pembelajaran boardgame Fun Science Engklek (Fuscek), para peserta didik mengaku sangat senang. Selain bisa memahami materi, mereka manyatakan juga lebih menikmati pembelajaran karena bisa bermain sambil belajar. Penumbuhan nilai-nilai korupsi dengan cara permainan lebih bisa diinternalisasikan oleh para peserta didik.
Upaya apapun yang bisa dilakukan untuk memberantas korupsi sangatlah diperlukan. Sudah semestinya sebagai bagian dari warga republik yang kita cintai ini kita berkontribusi untuk mencegah korupsi sejak dini. Di antaranya mendidik generasi melalui media pembelajaran permainan. Semoga hal ini bisa mencegah korupsi generasi nanti. Mungkin hasilnya tidak akan signifikan atau langsung terlihat langsung, namun paling tidak itulah upaya real memberantas korupsi, sehingga harta rakyat tidak dicuri dan bisa kembali.

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
admin Author