Mengenal Singapura Dari Mata Uang, Kuliner Hingga Keamanan Negaranya

Mengenal Singapura Dari Mata Uang, Kuliner Hingga Keamanan Negaranya

Smallest Font
Largest Font

Penulis: Nadia Ayu Fadhilah (Mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Duta Baca Dari Kabupaten Bogor Dispusipda Jabar, https://nadiafadhilah.wordpress.com)

Beberapa waktu lalu, aku mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi salah satu negara tetangga, yaitu Singapura. Dengan durasi waktu sekitar empat hari, aku cukup merasakan budaya yang ada di negara dengan luas sekitar 721,5 km ini. Walaupun, rasanya tidak jauh berbeda antara Singapura dan Indonesia, aku memutuskan untuk tetap bercerita agar bisa berbagi dengan teman-teman.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Satu hal yang membuatku agak sebal ketika tinggal di Singapura adalah mata uangnya yang sangat kuat dibandingkan dengan Indonesia. Bayangkan saja, untuk makan semacam pop mie ukuran kecil, aku harus merogoh uang 2$ Singapura atau sekitar Rp22.000. Selama di sana, hampir saja aku lupa diri ketika membeli oleh-oleh. Jadi, trik yang aku lakukan agar sedikit berhemat ketika berbelanja adalah : mengingat berapa nominal harga barang tersebut jika dirupiahkan.

Sebenarnya, selama di Singapura, aku masih merasakan ‘hawa’ Jakarta. Karena, jika dilihat dari iklim maupun penduduknya, Singapura dan Jakarta memiliki banyak persamaan. Namun, tetap saja, Singapura dan Jakarta memiliki perbedaan-perbedaan yang signifikan.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Dari segi keamanan, aku bersama teman-temanku merasakan langsung betapa amannya Singapura. Ketika kami melakukan perjalanan, salah satu temanku kehilangan dompet. Bayangkan saja, betapa frustasinya temanku pada waktu itu.

Akhirnya, temanku memutuskan untuk mencari dompetnya dengan cara kembali ke tempat yang sudah kami kunjungi. Dan ajaib, dompet tersebut ada di meja resepsionis dengan kondisi uang utuh. Bahkan, penjaga meja menjelaskan bahwa ada orang yang memang menemukannya dan menyerahkannya ke si penjaga meja.

Selain itu, aku dan beberapa temanku juga sempat menginap di bandara (karena jadwal penerbangan kami pagi). Selama di bandara, kami tertidur dengan posisi handphone berserakan di berbagai tempat (mengingat banyak fasilitas charger yang tersebar). Ketika kami bangun, kondisi handphone kami masih aman di tempat semula.

Mengapa Singapura bisa sangat aman? Menurut informasi yang kudapatkan dari temanku yang tinggal di sana, Singapura memasang cctv teknologi canggih di seluruh tempat umum. Jadi, jika terdapat orang yang mencuri, melakukan tindakan kriminal, bahkan membuang sampah sembarangan, cctv tersebut dapat mendeteksi si pelaku. Sehingga pelaku akan terjerat sanksi yang berlaku. Inilah yang menjadi salah satu faktor mengapa Singapura sangatlah tertib.

Disamping tingkat keamanannya yang tinggi, masyarakat Singapura juga cukup disiplin dalam mematuhi peraturan. Contoh kecilnya yaitu kedisiplinan di stasiun. Semua orang di Singapura akan mendahului melalui sebelah kanan ketika sedang berjalan di eskalator, dan bagi orang yang berdiam tetap berada di sebelah kiri.

Ketika MRT datang, secara otomatis para penumpang yang berada di dekat pintu akan turun agar tidak menghalangi jalan. Sedangkan para penumpang yang menunggu akan bergeser untuk memberikan jalan bagi penumpang yang ingin keluar.

Melihat ketertiban tersebut, seketika aku teringat betapa sulitnya turun dari KRL karena dihadang oleh orang-orang egois yang menghalangi pintu. Ditambah lagi, banyak penumpang yang ingin cepat-cepat masuk kereta. Lebih gemas lagi, aku pernah menemukan orang yang tetap diam pada eskalator sebelah kanan di salah satu stasiun Jakarta. Duh, apa tidak kasihan dengan bapak masinis yang sudah teriak-teriak mengingatkan bahwa jalur kanan untuk mendahului?

Teman-teman, tenang saja. Di tulisan ini, aku tidak akan terus memuji-muji Singapura. Karena, dari segi makanan, aku merasa bahwa Indonesia memang juara! Entah memang lidahku yang Indonesia banget, atau rasa makanannya yang kurang pas. Ketika aku makan roti, mie, bahkan nasi lemak (yang mirip dengan nasi uduk), rasanya makanan di Indonesia jauh lebih lezat. Alhasil, selama di Singapura, yang aku rindukan adalah makanan Indonesia.

Mungkin sampai di sini dulu tulisanku tentang Singapura ini. Semoga di lain waktu aku bisa sharing lagi jika tugas-tugasku sudah kelar, hehe. Harapanku, semoga masyarakat Indonesia bisa mengambil budaya-budaya yang baik dari negara Singapura. Kita bisa kok kalau berusaha! Yuk mulai dari diri sendiri untuk lebih tertib dan menghargai orang lain di tempat umum. #SelfReminder

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
admin Author