Merobohkan Pagar Pendopo

Merobohkan Pagar Pendopo

Smallest Font
Largest Font

INDRAMAYU | JABARONLINE.COM – Lebaran Idul fitri 1442 Hijriah tahun ini adalah lebaran pertama bagi Pemimpin Baru Indramayu yang menjanjikan akan merobohkan pagar pendopo dalam 100 hari kepemimpinannya. 1 syawal 1442 H berdasarkan perhitungan kalender dan berdasarkan ru’yatul hilal dan telah disepakati oleh NU dan Muhammadiyah bersama dengan Pemerintah telah diumumkan jatuh bertepatan dengan tanggal 13 Mei 2021 hari kamis pekan ini. Bersesuaian pula dengan hari ke 77 kekuasaan dan kepemimpinan politik baru Indramayu terhitung sejak tanggal pelantikan Bupati Nina Agus Agustina dan Wakilnya Lucky Hakim pada 26 Pebruari 2021, pisik pagar pendopo masih berdiri kokoh.

Meminjam pernyataan dari senior PDIP Indramayu Bung Iwan Hendrawan (Status WA 3 Mei 2021) kurang lebihnya atau dalam terjemahan bebasnya, “Tidak penting merobohkan pagar tembok pendopo, yang terpenting adalah merobohkan keangkuhan dan kecongkakan diri kepada sesama manusia”. Pernyataan ini layak untuk diapresiasi karena pernyataan ini mengandung pesan moral yang mendalam. Narasi yang lebih mengutamakan aspek substantif daripada sekedar simbol dan formalisme serta janji-janji politik yang pada implementasinya tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Keangkuhan, kecongkakan yang terbungkus dalam tampilan wajah dan sikap yang seolah ramah pada diri yang sedang memegang kuasa dan kewenangan birokrasi masih terasa dan kentara dibalik pagar dinding pendopo. Masih terdapat sebagian pejabat yang tidak mentaati perintah Bupatinya. Alih-alih menjalankan perintah bupati, malah membuat alibi dengan argumentasi prosedural birokrasi (dikaji dan dirapatkan dulu) karena ada tafsir subyektif atas dalil hukum yang sudah jelas termuat dalam Putusan Pengadilan dan Surat Keputusan Bupati.

Baca Juga : Sebanyak 1057 WBP Lapas Narkotika Jakarta Mendapatkan Remisi Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriyah

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Penguasa telah berganti tapi kekuasan masih dalam kendali birokrasi. Pencanangan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) terus digulirkan dan dikampayekan. Tapi rakyat masih dipingpong ke sana ke mari. Jangankan rakyat yang tidak dikenal sama pejabat, rakyat yang kenal sama pejabatnya pun, hanya sekedar ingin bertemu dan bersilaturhami atau hendak menyampaikan masalahnya, hanya diperkenankan untuk duduk menunggu berjam-jam di ruang tamu. Dan “massege”nya disampaikan melalui stafnya agar tamu tersebut menemui pejabat dibawahnya. Sungguh pagar pendopo masih berdiri kokoh.

Kekuasaan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan. Kekuasaan mencakup kemampuan untuk memerintah (agar yang diperintah patuh) dan juga memberi keputusan- keputusan yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak lainnya. Max Weber menyatakan bahwa kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan- golongan tertentu. Sedangkan Kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang (pemimpin/leader) untuk mempengaruhi orang lain (yang dipimpin), sehingga oang lain/yang dipimpin itu bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut. (Jeanne Darc N. Manik, S.H., M.Hum, tanpa tahun).

Terhadap penggunaan kekuasan ini ada rumusan dari Machiavelli, ia berpendapat bahwa ada suatu cara bagi raja untuk mengetahul kinerja menterinya, yaitu jika menteri lebih memikirkan dan mau mencari untung untuk diri sendiri dibandingkan dengan kepentingan raja, maka dia bukan menteri yang baik dan raja tidak perlu mempercayainya. Untuk membuat menteri setia, raja harus memikirkannya, memberi kehormatan dan kekayaan serta membuat menteri selalu merasa berutang pada raja. Kunci dari semua itu adalah kepercayaan.

Raja harus memilih orang-orang yang bijaksana untuk menguasai pemerintahan. Tetapi raja harus teliti, sebab pada akhirnya rajalah yang mengambil keputusan. Raja dapat menerima maupun menolak nasehat yang diberikan padanya. (JURNAL HUKUM. NO. 18 VOL. 8. OKTOBER 2001:30 – 45, Sri Hastuti Puspitasari : Kontektualisasi Pemikiran Machiavelli).

Maka ketika Bupati dan atau Wakil Bupati Indramayu tidak mampu merobohkan pagar pendopo dalam pemaknaan simbolik fisik sekaligus paralel dengan pemaknaan substantif sebagaimana pernyataan Bung Iwan Hendrawan di atas, maka pernyataan Yudi Latif patut dikemukakan disini : Kepada siapa rakyat percaya kala politik berhenti sebagai pariwara. Janji-janji dijulurkan lidah sedepa, tetapi realisasi terhenti sebatas rencana. Para pemimpin datang dengan niat mulia, tetapi berakhir dengan membuat kecewa; mulai mengemudi dengan menyalakan lampu sein ke kiri, tetapi di persimpangan berbelok ke kanan. Penguasa silih berganti, tetapi politik di negeri ini hanya punya satu rencana: rencana berkhianat. (Yudi Latif, Kompas 6 Mei 2021).

Semoga Bupati Nina Agustina dan Wakil Bupati Luky Hakim mampu mewujudkan visi misi dan program Perubahan sebagaimana yang dijanjikan.

Penulis : Mahpudin (Dosen dan Pengacara)

Editor : Moh Sanaji

Editors Team
Daisy Floren