Oknum Pengajar Diduga Alami Gangguan Psikis Aniaya Anak di Bawah Umur

Oknum Pengajar Diduga Alami Gangguan Psikis Aniaya Anak di Bawah Umur

Smallest Font
Largest Font

INDRAMAYU I JABARONLINE.COM – Kekerasan terhadap anak kembali mencuat, pasalnya salahsatu siswa kelas 3 Madrasah di Indramayu diduga mengalami kekerasan yang dilakukan oleh seorang guru.

Akibat naik di atas kursi dan meja bersama teman-temannya, menurut keterangan korban, sang guru marah hingga membantingnya hingga alami pendarahan di kuping, bengkak dan memar di kepala berikut tulang bahu diduga retak.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Dev guru madrasah Desa Tambi Lor Kecamatan Sliyeg kabupaten Indramayu itu, kini dipastikan akan berurusan dengan pihak berwajib, setelah kasusnya makin mencuat dan ramai di masyarakat.

Al korban kekerasan tersebut, dihadapan orang tuanya menyebutkan bahwa saat kejadian dirinya mengaku bersalah, karena bermain diatas kursi dan meja bersama teman temannya.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

“Tiba tiba datang guru Dev dan langsung menjamah baju tepat di bagian dada, serta tanpa basa basi langsung membanting saya ke atas lantai,” kata Al (korban).

Korban mengaku tak berani melaporkan kejadiannya meski saat pulang terhuyung-huyung sambil memegang kepalanya yang tak karuan rasanya.

Menurut ayah korban, anaknya mengaku jatuh di sekolah, akan tetapi setelah beberapa hari kepalanya semakin membengkak dan bahu kirinya terlihat miring tidak tegak disertai darah keluar dari kupingnya, barulah si anak mengakui kepada tetangganya bahwa itu atas perbuatan gurunya.

Pihak keluarga pun Akhirnya memberitahukan kepada keluarga Dev (pelaku) agar mempertanggungjawabkan apa yang terjadi. Namun yang datang bukan Dev melainkan saudaranya.

Ayah korban pun memaksa agar pelaku mempertanggungjawabkannya, kemudian pelaku (Dev) datang dan sempat berbelit belit. Masalah pun kemudian diurus di Desa dan Dev memberi uang Rp.300.000,-.

Beberapa hari kemudian korban tak kunjung membaik, kemudian diadakan musyawarah ke dua di balai desa. Kali ini yang datang orang tua Dev tokoh masyarakat yang sangat disegani oleh masyarakat di desanya.

Sejumlah sumber di desa menyebutkan saat musyawarah ke dua itu, sebelum bertanya tampak pak kiyai orang tua Dev memegang tasbihnya dengan mata menatap tajam kepada korban. Sedikit aga lama berkomat kamit membuat suasana aga tegang, barulah pak kiyai itu bertanya dengan tangan menunjuk kearah korban dan mata menatap tajam. Menanyakan apakah korban dibanting Guru Dev atau tidaknya, Korban yang tampak tegang dan takut menjawab “Tidak”.

Kiyai langsung berkata “Anaknya bilang tidak, lalu mau apa lagi!” Sambil berdiri dan pergi,” tutur yang mengurus tragedi itu.

Disebutkannya pula, karena korban di depan orang banyak mengatakan demikian, kemudian Marsini dan Jaenal Aripin orang tua korban mengembalikan uang Rp.300.000 kepada Dev dan diterimanya.

7 hari kemudian, korban kembali ditanya sejumlah tetangganya tiap korban keluar rumah untuk menghilangkan jenuh, ia mengatakan yang sebenarnya bahwa benar guru Dev melakukan itu, ia mengaku “Tidak ” karena takut dan tidak sadar mengatakannya pada pak Kiyai saat ditanya.

Pengakuan itu kemudian kembali berkembang dan Dev Ahirnya membantu pengobatan Rp.500.000,- Hingga kini korban masih menderita memar di kepala meski telah hampir 2 Minggu. Ini tentunya menunjukan luka dalam di kepalanya cukup serius, sementara pendarahan dikupingnya sudah berhenti.

“Bahunya kini miring pak dan Senin hasil scaningnya baru jadi, kami mengajukan ke RS di Jatibarang,” tutur orang tua korban.

Disebut-sebut, kasus ini sudah sampai ke Mapolres Indramayu, bahkan sejumlah petugas Polres telah mendatangi rumah korban bersama pihak Polsek setempat.

“Kami belum buat surat laporan pengaduan, kita menunggu hasil scaningnya Senin yang akan datang,” tutur pengurusnya, Kamis 9 Februari 2022.

Kasus kekerasan terhadap anak dibawah umur ini, tentunya perlu mendapat perhatian dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sebab ini tentunya menambah deretan panjang dari kasus yang telah ada yakni 4.124 aduan terkait kasus perlindungan anak sepanjang Januari sampai November 2022.

Meskipun telah ada “kunjungan” petugas hukum ke rumah korban, hingga kini belum ada penanganan hukum. Lalu bagaimana dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak? Undang-undang tersebut mengatur anak mendapatkan hak, perlindungan, dan keadilan atas apa yang menimpa mereka.
Yang berbunyi :
Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a. Diskriminasi
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
c. Penelantaran
d. Kekejaman, kekerasan,dan penganiayaan
e. Ketidakadilan
f. Perlakuan salah lainnya.

UU Perlindungan Anak juga mengatur tentang ancaman hukuman bagi siapapun yang melakukan kekerasan atau penganiayaan terhadap anak. Tak tanggung-tanggung, ancaman hukumannya lima tahun penjara dan denda Rp100 juta, dan bagi siapa saja yang mengetahui, melihat, atau mendengar, dan tidak melaporkan terjadinya kasus penganiayaan anak, diancam akan dikenakan pasal 165 KUHP. (Tim)

Editors Team
Daisy Floren