Paradigma Pendidikan: Kunci Generasi Muda Menuju Indonesia Emas 2045
JABARONLINE.COM - Pendidik dalam pandangan Ibnu Sina haruslah memiliki akhlak yang mulia, memiliki kepribadian yang tangguh, bertutur kata yang baik, serta memiliki hati yang tulus sebagai sosok panutan. Pada tahun 2045 Indonesia akan memasuki usia kemerdekaannya yang ke-100. Pada saat itu Indonesia berada di tahun emas, dengan generasi emas Indonesia. Pada Tahun Emas itu Bangsa Indonesia diharapkan sudah menjadi bangsa yang maju dalam berbagai bidang, baik sains dan teknologi maupun ekonomi, serta mampu mengatasi berbagai permasalahan, baik kemiskinan maupun ketertinggalan dalam bidang pendidikan.Namun demikian, untuk mencapai itu semua perlu diperhatikan berbagai tantangan sekaligus peluang, sebagai dampak perubahan-perubahan di berbagai sektor kehidupan, baik secara nasional maupun global.
Pada tahun 2045, seiring dengan perkembangan geopolitik dan geostrategis baik di lingkungan regional dan internasional, Indonesia diperkirakan akan menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan. Perkembangan dan dinamika pasca-Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, tetap akan menghadirkan masalah-masalah klasik yang terkait dengan tantangan dan peluang dalam isu-isu seperti ketahanan pangan dan keamanan energi, bonus demografi, perubahan ekonomi regional dan internasional, kondisi geografis, perkembangan teknologi dan inovasi, serta dinamika sosial, politik, dan budaya. Isu-isu tersebut berkembang seiring dengan kompetisi antarbangsa yang semakin ketat. Bangsa yang berdaya saing tinggi berpeluang memenangkan persaingan.
Perkembangan pesat teknologi digital ke depan mendorong perubahan di berbagai bidang. Peta perubahan ke depan perlu dianalisis secara terperinci, sehingga potensi gangguan dan goncangan atau disrupsi teknologi di segenap aspek kehidupan dapat direspons dengan baik dan tepat.
Charles Fadel (2009) menggambarkan, satu-satunya hal yang konsisten terjadi dari tahun ke tahun adalah perubahan. Hal ini sejalan dengan pandangan Herakleitos (540-480 SM) yang menyatakan “Panta rhei
ka uden menei” dapat diartikan bahwa semua entitas bergerak (mengalir), semuanya berubah, dan tidak ada sesuatu pun yang abadi.
Fenomena Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 akan terus berjalan dengan segala konsekuensinya sebagai bentuk perubahan yang menuntut semua pemangku kepentingan melakukan penyesuaian. Indonesia berpeluang memanfaatkan era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 dengan segala potensi kreativitas dan inovasi, serta dalam berkompetisi secara global demi kepentingan dan kemajuan bangsa. Hal ini yang berdampak signifikan terhadap perubahan adalah terjadinya pandemi Covid-19 pada akhir tahun 2019 yang berdampak terhadap berbagai aspek
kehidupan. Hal ini menyadarkan berbagai pihak untuk mempersiapkan integrasi IPTEKS dalam berbagai aspek kehidupan. Perkembangan sains dan teknologi tentu meninggalkan masalah atau dilema etis yang memerlukan respons atau jawaban yang tepat. Masalah atau dilema tersebut terutama hadir sebagai bentuk-bentuk tantangan kemanusiaan yang semakin kompleks. Ketika kecerdasan buatan dan robotisasi tidak terelakkan, banyak jenis pekerjaan manusia yang terdisrupsi. Dampaknya tidak dapat dipandang ringan, manusia mungkin bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya yang didominasi mesin dan robot, tetapi prosesnya bisa jadi tidak mulus. Hal ini juga bisa menjadi, risiko terjadinya gejolak sosial dan politik.
Strategi pendidikan sangat diperlukan untuk menciptakan Generasi Indonesia menuju 2045 sebagai generasi unggul. Strategi yang cermat, terencana dengan baik, dan langkah terpadu segenap elemen bangsa. Segala peluang dalam pemanfaatan perkembangan sains dan teknologi terus ditingkatkan untuk mendorong kemajuan. Tantangan berbagai bidang dari ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, sosial, politik, budaya, ekologi, kesehatan, serta bidang lain berdampak terhadap pentingnya transformasi pendidikan.
Generasi Indonesia menuju 2045 merupakan generasi pada yang berada pada usia sekolah di jenjang pendidikan anak usia dini hingga pendidikan menengah di tahun 2045. Generasi ini diharapkan menjadi generasi unggul yang mampu menguasai dan memanfaatkan perkembangan sains dan teknologi untuk melejitkan daya saing bangsa di berbagai bidang, bahkan mampu berkreasi dan berinovasi untuk memajukan Bangsa Indonesia; sekaligus, generasi yang memiliki karakter keindonesiaan dan komitmen terhadap ideologi dan nilai-nilai Pancasila yang kuat.
Generasi terdidik yang memiliki segenap kompetensi yang dibutuhkan untuk menjawab tantangan zaman dan mampu melejitkan daya saing bangsa. Meskipun teknologi digital dapat berdampak pada penguatan individualisme, Generasi ini harus mampu mengatasi tantangan sedemikian, dan tampil sebagai generasi yang memiliki rasa kesetiakawanan (solidaritas) kebangsaan yang tinggi serta kokoh dalam mempraktikkan semangat gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Generasi yang kehadirannya dipacu oleh tuntutan kreativitas dan inovasi sehingga mampu tampil sebagai generasi yang produktif dan mumpuni.
Muthuveeran Ramasamy dan Matthias Pilz (2019) menjelaskan bahwa istilah kompetensi berakar pada kata kompeten (competence) yang menunjukkan pada kecukupan pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) yang memungkinkan seseorang dapat bertindak dalam situasi yang sangat beragam. Sehingga, kompetensi adalah kombinasi dari pengetahuan, keterampilan, kemampuan (capabilities) dan sikap yang memberi kontribusi terhadap peningkatan kinerja seorang karyawan yang pada akhirnya menghasilkan kesuksesan.
Pengetahuan adalah kemampuan mengenali fakta, kebenaran dan prinsip-prinsip yang diperoleh dari pelatihan atau pendidikan formal dan/atau dari pengalaman. Pengetahuan merupakan sesuatu yang sangat penting untuk keberhasilan seseorang maupun bagi suatu organisasi. Adapun keterampilan adalah suatu kemampuan operasi mental dan proses fisik yang diperoleh melalui pelatihan khusus yang eksekusinya menghasilkan kinerja yang sukses. Kebisaan adalah suatu kekuatan atau bakat untuk menampilkan kinerja baik terkait aktivitas fisik maupun mental yang sering dikaitkan dengan suatu profesi tertentu seperti kebisaan dalam pemrograman, dalam perencanaan, dan semacamnya.
Pertama, pendidikan 2045 sudah harus berani “menyeleksi, memilih dan menetapkan” tentang “apa” yang “seharusnya” diajarkan di tengah
dunia yang terlipat oleh kepingan Revolusi Industri 4.0 dan Covid-19; di sisi lain, pendidikan 2045 juga harus berani “menanggalkan” dan “meninggalkan” “apa” yang telah diambil alih oleh industri dan pihak-pihak lain di luar dunia pendidikan. Kedua, pendidikan harus memiliki kejelasan
pangkal berpijak tentang bagaimana obyek material pembelajaran disikapi dan disampaikan, dan ketiga, perlu adanya kejelasan arah implikasi etik dan estetik dari penyelenggaraan pendidikan di tengah dunia yang terlipat oleh Revolusi Industri 4.0 dan Covid-19. Seiring dengan surutnya kekuatan-kekuatan hegemoni ekonomi global oleh Covid-19, maka terbuka ruang dan kesempatan bagi Indonesia untuk
berani membangun kepercayaan diri untuk membangkitkan kembali kedaulatan ekonomi dan teknologi nasional.
International Monetary Fund
(2020) menyatakan bahwa penyusutan pertumbuhan ekonomi dunia sampai bulan Juni telah menunjukkan angka yang sangat serius (Amerika minus 8.0%, Kawasan Eropa minus 10.2%, Jepang minus 5.8%, Inggris
minus 10.2%, dan Kanada minus 8.4%).
Pembangunan kedaulatan kembali ekonomi dan teknologi bangsa menuntut Indonesia harus berani dan sesegera mungkin menata piramida hubungan antara pendidikan, ketenagakerjaan, dan industri. Pendidikan
harus memiliki peran sentral dalam membangun kapabilitas manusia (harkat) dan menjadikan manusia memiliki martabat melalui kemampuan dan kesempatan berkarya dalam ruang karya yang luas (industri dalam pengertian produktivitas yang luas, mulai dari industri berskala besar, menengah, kecil, maupun industri oleh komunitas tradisi, sampai pada industri yang berbasis karya individu).
Dalam kaitannya dengan Pendidikan, keteranyaman pengertian antara peradaban dan kebudayaan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara (2004) menjadi sangat jelas. Dewantara membangun penjelasannya di atas dua konsep besar, yakni apa yang disebutnya sebagai “kodrat” dan “iradat”. Kodrat, adalah keadaan alamiah pemberian alam, sementara iradat adalah upaya manusia untuk memberikan kualitas pada pemberian alam tersebut, sehingga dari waktu ke waktu keadaan alamiah pemberian alam tersebut menjadi berkembang. Upaya iradat, menurutnya ada dua, yakni upaya melalui spiritualisme dan materialisme, guna menjamin penyelenggaraan pendidikan nasional berjalan dengan semakin baik dan profesional dalam kerangka implementasi otonomi daerah yang dinamis, tata kelola pendidikan harus mengedepankan kolaborasi yang sinergis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dengan memperhatikan proporsi kewenangan masing-masing.
Kolaborasi yang sinergis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas, akan terus menjadi kata kunci penting ke depan, termasuk dalam konteks penyesuaian desain kelembagaan yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan perkembangan (adaptif atau adjustable) serta bersifat transformatif. Kedepan pula, seiring dengan perkembangan pembangunan nasional dan daerah, titik tekan pada ikhtiar untuk memajukan kualitas penyelenggaraan pendidikan di daerah-daerah tertinggal akan terus ditingkatkan.***
Penulis : Ferdinandus Wali Ate
Founder Komunitas Literasi Nusantara