Pengendalian Populasi, Solusi Dinamika Pembangunan di Jabar, 40 Daerah Pemekaran Wilayah Menjadi Solusi Pembangunan

Pengendalian Populasi, Solusi Dinamika Pembangunan di Jabar, 40 Daerah Pemekaran Wilayah Menjadi Solusi Pembangunan

Smallest Font
Largest Font

KOTA BANDUNG | JABARONLINE.COM – Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menjadi narasumber web seminar (webinar) Universitas Paramadina “The Implementation of Regional Economy in West Java”. Dalam webinar pada Rabu (14/10/20) ini, Ridwan Kamil memaparkan terkait dinamika pembangunan di Jabar.

Menurut Kang Emil sapaan Ridwan Kamil, populasi menjadi sumber dari dinamika dan masalah pembangunan di provinsi dengan populasi hampir 50 juta jiwa per tahun 2019.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Baca Juga : Ridwan Kamil Tinjau Drainase Kota Depok dan Sosialisasikan Penerapan Protokol Kesehatan 3M Kepada Masyarakat

Pasalnya, penduduk akan berebut sumber daya, tata ruang, sekolah berkualitas, fasilitas kesehatan, hingga transportasi. Untuk itu, pengendalian populasi menjadi salah satu solusi dinamika pembangunan di Jabar.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

“Tugas kami sebagai pemerintah adalah menyiapkan keseimbangan antara perebutan sumber daya tersebut,” ujar Kang Emil melalui konferensi video dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Selasa (14/10).

Selain itu, sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, Jabar memiliki jumlah penduduk yang hampir sama dengan negara Korea Selatan dan dua kali lipat penduduk Australia.

“Jadi dari ukuran jumlah penduduk, saya (sebagai gubernur) seperti mengurus dinamika sekelas negara,” tambahnya.

Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jabar per 2019, Jabar sendiri memiliki luas wilayah lebih dari 35 ribu kilometer persegi dengan 27 kabupaten/kota yang terdiri dari 18 kabupaten, 9 kota, 627 kecamatan, 645 kelurahan, dan 5.312 desa.

Selain populasi yang menjadi sumber dinamika pembangunan, Kang Emil juga mengatakan bahwa secara ekonomi dalam pemerintahan terdapat ketidakadilan fiskal terhadap Jabar dari pemerintah pusat. Hal ini berpengaruh terhadap pelayanan publik dan penggerakan ekonomi.

“Penduduk kami banyak (hampir 50 juta jiwa) tapi daerah yang mengelolanya sedikit, hanya 27 daerah. Berbeda dengan (misalnya) Jawa Timur dengan jumlah penduduk 40 juta jiwa dikelola oleh 38 daerah. Sementara (selama ini) anggaran berbanding lurus dengan jumlah daerah, bukan jumlah penduduk,” kata Kang Emil.

Maka, menurut Kang Emil, pemekaran wilayah menjadi salah satu solusi dalam upaya meningkatkan pembangunan daerah di Jabar.

“Jadi ada hal-hal yang sedang kami perjuangkan dari sisi pelayanan publik dan ekonomi secara politik yaitu pemekaran wilayah. Jadi kami berharap Jabar idealnya memiliki lebih dari 40 daerah (kabupaten/kota),” kata Kang Emil.

Selain bicara dinamika pembangunan, Kang Emil turut memaparkan keunggulan Jabar sebagai rumah bagi para investor sektor manufaktur. Ia menjelaskan, alasan Jabar diminati investor antara lain karena infrastruktur Jabar dibanding daerah lainnya dianggap terbaik sebagai pendukung investasi serta SDM yang sangat produktif.

“Jadi dari 100 persen industri (yang ada) di Indonesia, 60 persen memilih (lokasi) di Jabar. Ini salah satu keunggulan kami,” ucap Kang Emil.

“Setiap tahun investasi yang datang ke Indonesia nomor satunya selalu ke Jabar sehingga kami terus meningkatkan pelayanan agar investasi manufaktur itu tetap ke Jabar,” tuturnya.

Selain itu, pariwisata dan pertanian juga menjadi sektor unggulan Jabar. Sementara pascapandemi COVID-19 yang turut berdampak terhadap ekonomi Jabar, Kang Emil berujar pihaknya mengusung tujuh potensi ekonomi regional baru di Jabar.

Yaitu: (1) meraup peluang investasi perusahaan yang pindah dari Tiongkok khususnya ke kawasan Rebana; (2) swasembada pangan; (3) swasembada teknologi atau konversi manufaktur ke arah 4.0; (4) mendorong peluang bisnis di sektor kesehatan sebagai center of excellence (pusat keunggulan) kesehatan; (5) ekonomi digital; (6) penerapan ekonomi berkelanjutan; dan (7) pariwisata lokal.

“Pasca-COVID-19 kami memiliki tujuh potensi ekonomi baru yang harus diambil dan kita sudah siap,” ujar Kang Emil.

Red

Editors Team
Daisy Floren