Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Pertanian Indonesia Menyampaikan Permasalahan Pertanian Di Indonesia Kepada Menteri Pertanian RI

Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Pertanian Indonesia Menyampaikan Permasalahan Pertanian Di Indonesia Kepada Menteri Pertanian RI

Smallest Font
Largest Font
Kementerian Pertanian bersama Mahasiswa Pertanian seluruh Indonesia untuk menghadiri kegiatan sosialisasi RUU Karantina Hewan, Ikan dan Tanaman serta RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB) yang disahkan DPR-RI tepat pada Hari Tani Nasional 24 September 2019, Jum’at (27/9/19).

JAKARTA,JABARONLINE.COM- Kementerian Pertanian pada Jum’at (27/9/19) mengundang Mahasiswa Pertanian seluruh Indonesia untuk menghadiri kegiatan sosialisasi RUU Karantina Hewan, Ikan dan Tanaman serta RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB) yang disahkan DPR-RI tepat pada Hari Tani Nasional 24 September 2019.

Namun, dalam penyampaian sosialisasi RUU tersebut Mahasiswa Pertanian tidak leluasa untuk berdiskusi tentang pasal-pasal yang terdapat dalam RUU KHIT dan RUU SBPB, sebab terbatas oleh waktu. Padahal banyak pasal-pasal yang cenderung tidak pro terhadap rakyat tani.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Menanggapi hal tersebut, Arip selaku ketua Dewan pengurus wilayah 2 popmasepi yang hadir dalam pertemuan berpendapat bahwa Pemerintah sangat lambat melibatkan Mahasiswa/Masyarakat untuk ikut serta berpendapat dalam perumusan RUU tersebut agar tidak terkandung hal-hal yang merugikan Masyarakat Tani.

Selain sosialisasi RUU SBPB dan RUU KHIT, Menteri Pertanian RI pun mengajak Mahasiswa Pertanian Seluruh Indonesia berdialog untuk menyampaikan aspirasi masyarakat tani di daerahnya masing-masing.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

“Dalam RUU SBPB terdapat pasal yang menegaskan dalam perlindungan lahan pertanian, namun di dalam undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) masih belum jelas lokasi lahan yang dilindunginya. Artinya terdapat ketidaksinkronan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Peraturan,” Tutur Arip.

Selain itu, RUU SBPB banyak pasal yang mengatur pidana untuk petani dan pelaku usaha, sementara untuk pemerintah hanya ada terdapat satu pasal sanksi saja. Ini yang kita kritisipun ada juga yang aneh dalam RUU SBPB ini yaitu pada pasla 109 yang berbunyi setiap orang yang mengalihfungsikan lahan ditetapkan sebagai lahan budi daya pertanian di pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (lima miliar rupiah). Sedangkan dalam UU no 41 tahun 2009 pasal 73 apa bila pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pengalihfungsian lahan pertanian berkelanjutan dipidana dengan pidana penjara 1-5 tahun dan denda Rp 1-5 miliar, namun dalam RUU SBPB tidak diatur untuk pejabat pemerintah terkena pidana.

Dalam kesempatan dialog dengan Menteri Pertanian RI, Arip Pun menyampaikan bahwa program Kementan perihal Banten menjadi lumbung jagung Indonesia tidak ada pengawalan sampai saat ini, sebab hasil jagung yang ditanam tidak mendapatkan pasar yang baik sehingga banyak tanaman jagung yang terbengkalai.

“Beberapa aspirasi yang kita sampaikan langsung kepada Pemerintah Pusat, dalam hal ini Menteri Pertanian RI masih belum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Sehingga kami harus terus mengawal segala kebijakan yang ada di Pemerintahan Daerah untuk memperjuangkan Kesejahteraan Petani,” Ujar Arip.

“Saya mengapresiasi kesediaan Bapak Menteri Pertanian dalam mendengarkan aspirasi rakyat tani lewat Mahasiswa Pertanian seluruh Indonesia. Namun, harapan saya kedepan Kementan harus bisa menyediakan waktu khusus yang leluasa untuk mengajak Mahasiswa Pertanian Indonesia berdiskusi dengan Kementan terkait regulasi Pertanian agar terciptanya regulasi yang pro terhadap masyarakat Tani,” Pungkasnya.

Redaksi – 003

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
admin Author