Pewarna Gelar Orasi Kebangsaan dan Gelar Budaya Menyatukan Dalam Perbedaan

Pewarna Gelar Orasi Kebangsaan dan Gelar Budaya Menyatukan Dalam Perbedaan

Smallest Font
Largest Font

JABARONLINE.COM - Dalam rangka merayakan HUT Ke 79 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Persatuan wartawan Nasrani (PEWARNA) Indonesia bekerjsama dengan Wisma Sangha Teravada menggelar Orasi kebangsaan dan gelar budaya mengangkat tema “Membangun tata nilai peradaban nusantara mengisi 79 tahun kemerdekaan Indonesia’ di gelar di wisma Sangha Teravada, Jalan Margasatwa 9, Pondok Labu Jakarta Selatan Jumat ( 16/8/24)  

Suatu acara yang ditata apik memadukan orasi kebangsaan dan gelar budaya baik tarian daerah serta musik dan nyanyian nasional membawa semangat tersediri bagi  para peserta dari berbagai komunitas antaranya Persaudaraan Matahari, Ahmadiyah, Persatuan Batak Bersatu, umat Budha, Umat Nasrani, komunitas budaya, Mahasiswa dan tentu dari wartawan Nasrani itu sendiri. 

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Orasi kebangsaan dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia dilanjutkan dengan doa oleh Banthe Dhamosubho Mahatera pimpinan Sangha Teravada.

Selain memimpin doa Banthe Dhamosubho menyampiakan refleksi kemerdekaan sekaligus  mengajak semua pihak untuk tetap mencintai bangsanya, dengan cara berbuat apa yang kita bisa lakukan. 

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Berangkat dari pengalamannya Banthe saat mengunjungi banyak negara, bahwa Indonesia masih negara yang terbaik. Di mana kehidupan masyarakatnya masih bisa hidup secara berdampingan dan hidup bersama-sama. 

Semua suku, agama dan etnis serta berbagai adat istiadat diberikan kesempatan bertumbuh dan berkembang dengan baik. 

Dan agar Indonesia tetap menjadi negara yang besar perlu terus diisi dengan karya-karya yang kita miliki. Tempat ini Wisma Sangha Teravada merupakan miniaturnya Indonesia semua hasil karya anak bangsa yang berupa batik dari seluruh Indonesia ada disini. 

“Saat ada warga asing berkunjung di tempat ini mereka kagum akan warisan budaya yang kita miliki dengan melihat batik-batik hampirberasal dari seluruh Indonesia ini”, terangnya sembari menunjukan pajangan Batik yang dipajang di didinding wisma. 

Untuk itu Banthe Dhamosubho berpesan bahwa bangsa yang besar dan kuat harus tetap menghargai seni, budaya dan sastra sebagai warisan leluhur kita.     

Lagi pesannya dalam refleksi, kemerdekaan Banthe menyitir sebuah sastra yang sudah sering didengar jika jadi orang miskin jangan melawan orang kaya, jika jadi orang kaya jangan melawan penguasa, jika jadi penguasa berlakukan adil dan menjunjung undang-undang yang ada, imbuhnya.

Sedangkan Sugeng Teguh Santoso Ketua Indonesian Police Wacth (IPW) yang juga anggota DPRD Kota Bogor terpilih ini, saat menyampaikan orasinya sangat memprihatinkan kondisi politik hukum yang ada. Mengacu kata adil yang artinya menerima sesuai dengan haknya, tetapi sambung Sugeng kenyataannya jauh sebab bicara tentang tanah rakyat tidak menerima sesuai haknya, malah yang terjadi tanah-tanah sudah dikuasai oligarki. 

Lalu bicara politik hukum saat ini masih jauh dari harapan, sebagai praktisi hukum dan sekaligus politisi Sugeng merasa ada ketidakadilan di negeri ini. Artinya, sebagai warga negara tentu juga bisa menyampaikan bahkan memperjuangkan keadilan untuk masyarakat. 

Sementara Setyo Hajar Dewantoro Ketua umum Perkumpulan Pusaka Indonesia bahwa bicara kemerdekaan masih jauh dari harapan di negara yang agung yang kaya akan sumber alamnya ini. Namun demikian kita tidak perlu juga teriak-teriak demo di lapangan terbuka. Bagi Perkumpulan Pusaka yang dilakukan adalah terus berbuat mengelola sumber daya ada sekaligus memelihara kearifan lokal baik tanaman, budaya dan sebagainya. 

Mengembalikan nilai nilai luhur warisan nusantara yang gemah ripah loh jinawi ini harus tetap diupayakan dari kita semua. Dengan terus berbuat baik dan mengelola alam dengan semangat kebersamaan dengan landaskan nilai-nilai Pancasila niscaya akan menemukan momentum yang tepat agar Indonesia Raya dan Jaya. 

Selain tiga narasumber ada empat lagi yang merefleksikan sekaligus meresponi setelah 79 tahun Indonesia Merdeka antaranya Djasarmen Ketua Umum MUKI, Pdt. Harsanto Adi Ketua umum Asosiasi Pendeta Indonesia (API), Ketua Umum Cahaya Kebangkitan Nusantara (CKN) dan Ketua umum Gerakan Cinta Indonesia (Gercin) Hendrik Yance Udam. 

Yusuf Mujiono Ketua Umum Pewarna dalam kata pengantarnya, mengajak agar bangsa ini tetap rukun karena di mana ada persatuan dan kerukunan berkat Tuhan dicurahkan. Seperti saat ini sekalipun berbeda-bedalatar belakang etnis, suku, agama dan budaya tetapi tetap bisa duduk bersama sebagai satu anak bangsa.***

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Redaksi Author
Daisy Floren