Pro-Kontra Sekolah Tatap Muka di Masa Pandemi COVID-19

Pro-Kontra Sekolah Tatap Muka di Masa Pandemi COVID-19

Smallest Font
Largest Font

JABARONLINE.COM – Indonesia sedang diterjang musibah dengan musuh yang tidak terlihat. Tidak hanya di Indonesia tetapi, diseluruh dunia. Musuh yang tidak terlihat itu adalah COVID-19. Pandemi yang telah mewabah di Indonesia selama kurang lebih 5 bulan, memaksa hampir seluruh pelajar di Indonesia melakukan belajar dari rumah atau melalui daring (internet).

Pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan untuk siswa-siswi mulai belajar dari rumah guna, untuk mengurangi penyebaran COVID-19. Berdasarkan data dari covid19.go.id, Jawa Barat berada di peringkat ke-5 per tanggal 20/08/2020 dalam partisipasipenyebaran COVID-19. Banyak siswa-siswi terdampak oleh musibah ini.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Tentu, hal ini menjadi pro-kontra bagi orang tua murid. Melakukan belajar melalui internet menguras banyak dana. Mungkin, hal tersebut tidak keberatan bagi sebagian orang. Tetapi, bagi orang tua murid yang berpenghasilan menengah-kebawah, hal ini cukup membebani.

Dari tingkat pendidikan SD hingga Kuliah, harus melakukan pembelajaran dari daring. Tentu, untuk melakukan pembelajaran melalui daring harus mempunyai kuota yang cukup besar dan biaya untuk membeli kuota pun cukup mahal. Ditambah lagi pembelajaran melalui daring memerlukan sinyal.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Bagaimana dengan daerah yang sulit sinyal? Bagaimana dengan orang yang tidak mampu untuk membeli kuota?

Kedua pertanyaan tersebut yang sering terlontar dan harus menjadi pertimbangan Pemerintah Indonesia khususnya, Kemendikbud (Kementrian Pendidikan dan Budaya). Banyak orang tua murid mengeluhkan biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli kuota internet. Kemendikbud berusaha untuk membantu, khususnya yang terdampak COVID-19 di daerah-daerah pedalaman.

Seperti yang kita lihat di berita, banyak siswa-siswi berjualan untuk dapat membeli kuota internet. Tidak hanya itu saja, anak-anak yang tinggal di daerah pedalaman harus berjalan kaki untuk mencari sinyal hingga, harus belajar di kuburan. Tentu, hal ini perlu lebih di perhatikan bahwa, masih banyak anak-anak yang harus berjuang untuk sekolah secara daring.

Saat ini memasuki era New Normal (Kebiasaan Baru) dan Kemendikbud memperbolehkan bagi daerah yang zona hijau dan zona kuning COVID-19 untuk melakukan pembelajaran secara tatap muka. Tentu saja, hal tersebut dilakukan dengan protokol kesehatan dan lagi-lagi harus mengeluarkan biaya besar bagi sekolah-sekolah untuk dapat melakukan kembali sekolah tatap muka.

Aturan yang harus dipatuhi oleh sekolah-sekolah dalam melakukan sekolah tatap muka adalah harus melakukan Rapid Tes ataupun Swab Tes bagi seluruh pengurus sekolah, menyediakan tempat cuci tangan, memakai masker selama kegiatan sekolah berlangsung, bagi siswa-siswi harus membawa minum dan makanan sendiri dari rumah, pengecekan suhu tubuh, dan jaga jarak tempat belajar antara satu sama lain.

Biaya untuk membutuhkan semua hal itu terjadi tidaklah murah, dan hal inilah yang menjadi salah satu penghambat dalam transisi di era new normal. Untuk mengurangi beban orang tua murid dan mempermudah, Kemendikbud mengeluarkan program acara “Belajar Dari Rumah” yang akan ditayangkan di TVRI. Program acara tersebut telah mulai dari 13 April 2020, dengan jam tayang mulai dari pukul 08.00 – 23.30 WIB. Tayangan “Belajar Dari Rumah” disesuaikan dengan tingkatan SD-SMA.

Walaupun, COVID-19 dan biaya yang diperlukan menjadi hambatan tetapi, semangat untuk menempuh ilmu tidak ada duanya. Segala hambatan, ilmu pendidikan merupakan hal utama yang harus diraih untuk memajukan generasi-generasi muda dan memajukan Indonesia.

Penulis : Kartika Nur Amalia
(Mahasiswa Universitas Pancasila Jakarta)

Editors Team
Daisy Floren