PROBLEMATIKA BAHASA INDONESIA: HEMAT YA HARUS HEMAT

PROBLEMATIKA BAHASA INDONESIA: HEMAT YA HARUS HEMAT

Smallest Font
Largest Font

Mengawali tulisan ini saya teringat pada nasihat seorang ibu kepada anaknya yang akan melaksanakan studi di kota. Ketika anaknya hendak pergi mencari ilmu di kota, seorang ibu berkata pada anaknya.
Ibu : “Apabila kamu sudah di sana jangan main saja, belajar yang rajin, jangan menyusahkan orang lain, jangan boros, harus hemat ingat ayahmu dua tahun lagi pensiun !”.

Demikian sebuah nasihat seorang ibu kepada anaknya. Barangkali ini hanya sebagian nasihatnya saja. Masih ada nasihat-nasihat lain atau kata orang jawa itu wejangan yang pasti wejangan atau nasihatnya yang baik-baik.
Selanjutnya saya teringat pada sebuah tayangan televisi acara debat partai, seorang politisi menjawab lawan debatnya dengan berkata : “Menurut hemat saya bahwa……..”

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Bila kita cermati percakapan ibu dan anaknya lalu seorang politisi dengan lawan debatnya di sana ada kata hemat yang mempunyai makna yang berbeda. Dahulu hemat itu lazim digunakan untuk kata benda yaitu objeknya uang, ini adalah bentuk pergeseran dari semantik ke pragmatik yaitu hemat dalam percakapan seorang ibu kepada anaknya bersifat semantik dalam arti makna kalimat itu tertuju kepada uang yang artinya gunakan uang itu seperlunya, sedangkan hemat dalam kajian pragmatik seperti percakapan politisi dengan lawan bicaranya itu bertujuan tuturan si politisi agar dimengerti atau memberikan saran yang mudah di realisasikan oleh lawan bicara (mitra tutur).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kelima. Hemat ialah berhati-hati dalam membelanjakan uang, hemat penuh minat dan perhatian, hemat pikiran; pendapat. Ternyata untuk memahami kata hemat tersebut yang harus diperhatikan bagaimana kata itu ditempatkan akibatnya akan terjadi perubahan makna seperti percakapan di atas.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Padahal kata yang ditulis atau dilafalkan dengan cara yang sama problem kebahasaan tersebut dikelompokan kedalam kajian relasi makna khususnya homonimi yaitu hubungan antara kata yang ditulis dan atau dilafalkan dengan cara yang sama dengan kata yang lain, tetapi tidak mempunyai hubungan makna (Kridalaksana, 1984).

Ucapan di atas menunjukan kepada kita bahwa sebagai alat komunikasi, penyampaian ide, konsep, gagasan dan sebagainya, bahasa masih mempunyai persoalan dan hambatannya. Dengan demikian persoalan dan hambatan ini kemungkinan dari bahasa itu sendiri, seperti adanya lambang-lambang bahasa yang bisa melambangkan dua konsep atau lebih; atau sebaliknya ada dua lambang atau lebih yang melambangkan konsep-konsep yang samar-samar dan abstrak.

Tetapi kiranya persoalan-persoalan dan hambatan itu lebih banyak terjadi sebagai akibat dari kemampuan berbahasa dan bernalar para penuturnya yang kurang, sehingga sering kali mereka tidak bisa membedakan apa yang disebut informasi dan maksud (Chaer, 1995). Di sini kita mulai berbicara tentang maksud dan fungsi atau daya ujaran yang bersangkutan, untuk apa ujaran itu dilakukan.

Sesungguhnya persoalan makna memang sangat sulit dan ruwet karena walaupun makna ini persoalan bahasa, tetapi keterkaitan dan keterikatannya dengan segala segi kehidupan manusia sangat erat. Ternyata peranan bahasa sangat besar sekali, hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa seperti pendidikan, perdagangan, keagaman, politik, militer, dan sebagainya.

Bahasa telah memudahkan dan memperlancar semua kegiatan itu dengan baik. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan masyarakat manusia ini bila tidak ada bahasa. Dengan demikian bahasa begitu besar peranannya dalam kehidupan manusia. Karena bahasa mampu mentransfer keinginan, gagasan, kehendak, dan emosi.

penulis :Ahmad Fuadin (Dosen Universitas Pendidikan Indonesia)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
admin Author