PROBLEMATIKA EKSPLOITASI PEREMPUAN MENGENAI KAWIN PAKSA DISUMBA NUSA TENGGARA TIMUR
JABARONLINE.COM – Problematika eksploitasi perempuan yang terjadi di Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur, 16 Juni 2020. Dampak kawin paksa terhadap perempuan, hagemoni laki-laki atas perempuan, pada awal bulan ini muncul kembali penindasan dan penomorduaan terhadap perempuan. Ini merupakan akibat dari tatanan patriarkhi yang menghujam sangat dalam pada praktik budaya waktu itu. Akan tetapi melanggar hak asasi manusia dan merendahkan martabat perempuan.
Akan tetapi mereka terpaksa menjalaninya karena alasan untuk menghormati orang tua. Dalam istilah lain dapat dinyatakan bahwa hegemoni peran orang tua dalam perkawinan anak perempuan itu sangat kuat. Bagi anak perempuan hampir-hampir tidak mempunyai hak untuk menolak perkawinan yang ditawarkan oleh orangtuanya. Inilah salah satu faktor penyebab terjadinya praktik kawin paksa, yaitu kuatnya budaya dan adat yang bersifat patriarkhi.
Hal ini penting agar perempuan tidak di culik atau menangkap secara paksa di sumba. Maka dengan ini perlunya untuk menghentikan eksploitasi perempuan, menjamin dan memastikan agar tidak terulang kembali hal seperti eksploitasi perempuan yang menjadi korban. Dampak perbuatan tersebut ketidak berdayaan secara Psikologis, Manakala kawin paksa benar-benar terjadi, maka perempuan dalam hal ini adalah harkat dan martabatnya benar-benar direndahkan dan di lecehkan.
Kasus kekerasan terhadap perempuan mengenai kawin paksa yang meninmpa R (21), warga Desa Dameka, Kecamatan Katikutana Selatan, Anakalang, Sumba Tengah, pada pecan lalu, selasa (16/6/2020) R dibawa paksa ke rumah N (28), laki-laki yang akan menikahinya. Peristiwa tersebut direkam dalam video berdurasi sekitar 30 detik, yang diunggah dimedia sosial. peristiwa hal tersebut membuat kemarahan dan kecaman sejumlah kalangan, gereja, serta organisasi perempuan dan hak asasi manusia. Peristiwa ini sungguh sangat melukai perasaan perempuan mengenai kawin paksa di Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur.
Ini berarti memang pada dasarnya seseorang tidak dapat dipaksa dengan ancaman atau dengan hal apapun untuk menikahi orang lain. Perkawinan harus berdasarkan keinginan dan persetujuan dari masing-masing pihak. Problematika eksploitasi perempuan mengenai kawin paksa ini merendahkan harkat dan martabat perempuan sebagai manusia serta kekerasan dan pelanggaran yang serius terhadap hak-hak dasar perempuan Indonesia yang harus dilindungi oleh konstitusi dan undang-undang nasional tersebut.
Persoalan ini mengenai problematika perempuan kawin paksa, saya sebagai mahasiswa putra daerah Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur menyikapi permasalahan-permasalahan yang dapat merendahkan harkat dan martabat perempuan yang terjadi saat ini sehingga tidak terulang. Sebagaimana Allah menciptakan manusia sebagai pria dan wanita, Allah menganugerahkan kepada pria dan wanita martabat pribadi yang sama dan memberi mereka hak-hak serta tanggungjawab yang khas. Dengan besar hati dan harapan saya kita sebagai kaum muda generasi muda, diharapkan dapat bersama-sama agar tidak ada lagi eksploitasi perempuan mengenai kawin paksa yang terjadi di Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur agar tidak terulang lagi.
Penulis : Ferdinandus Wali Ate
Mahasiswa Universitas Pakuan Bogor