Prospek Obat Halal Sekarang dan Masa Depan

Prospek Obat Halal Sekarang dan Masa Depan

Smallest Font
Largest Font

JABARONLINE.COM – Sejalan dengan pertumbuhan populasi muslim di dunia, kebutuhan akan produk halal pun menjadi meningkat, termasuk di dalamnya yaitu kebutuhan akan produk obat halal. Hal ini menjadi tantangan besar bagi perusahaan farmasi untuk dapat menghasilkan produk obat halal sesuai kebutuhan masyarakat muslim.

Obat umumnya tersusun dari kombinasi bahan utama (zat aktif) dan bahan tambahan (eksipien seperti pewarna, perasa, pengawet, dan lain sebagainya). Bahan utama dan bahan tambahan tersebut dapat berasal dari hewan, tanaman, atau dibuat secara sintesis. Sumber hewani yang dapat dijadikan bahan utama ataupun tambahan bisa berasal dari babi, hewan yang telah mati (tanpa disembelih dengan cara halal), ataupun dari darah yang merupakan sumber yang sifatnya haram digunakan oleh masyarakat muslim.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Penggunaan alkohol juga bersifat haram bagi masyarakat muslim, namun alkohol banyak digunakan dalam proses ekstraksi pada saat pembuatan obat. Bahan lain yang belakangan ini menjadi kontroversi untuk digunakan sebagai eksipien obat adalah gelatin. Gelatin yang berasal dari babi bersifat haram, namun gelatin juga dapat diperoleh dari sumber lain. Contohnya yaitu gelatin dari tulang, kulit dan produk ikan yang bersifat halal. Oleh karena itu, untuk memastikan mutu kehalalan produk yang mengandung gelatin, perlu dipastikan terlebih dahulu asal gelatin yang digunakan.

Masalah kehalalan juga sering muncul dalam produk biofarmasi (dihasilkan melalui bioteknologi), dimana produk dihasilkan dari organisme yang termodikasi secara genetika atau yang biasa disebut Genetically Modified Organism (GMO). Produk biofarmasi dapat dinyatakan halal ketika keseluruhan metode dan prosesnya menggunakan bahan dan teknik yang diperbolehkan dalam ajaran Islam. Misalnya, gen yang digunakan dalam GMO harus berasal dari sumber halal, vektor (pembawa) dan sel inang yang digunakan dalam ekspresi harus divalidasi sehingga tidak bersifat toksik dan tidak menimbulkan penyakit. Media pertumbuhan yang digunakan dan proses pemurnian yang terlibat juga harus aman dan tidak boleh mengandung senyawa yang bersifat haram atau najis.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Produk obat-obatan halal tidak hanya harus bebas dari komponen Haram, tetapi juga harus Tayyib. Istilah Tayyib mengacu pada barang atau produk yang bersih, murni dan diproduksi berdasarkan proses dan prosedur standar. Jadi produk farmasi tidak hanya harus halal tetapi juga harus dinilai bersih menurut hukum Islam. Sebenarnya, senyawa haram dan diragukan status kehalalannya itu dapat digunakan dan hukumnya menjadi halal apabila tidak ada alternatif lain yang dapat menggantikan bahan-bahan tersebut atau saat dalam kondisi darurat. Sekitar 1,6 milyar orang di dunia menganut agama islam, dan pada tahun 2020 diperkirakan sekitar ¼ populasi manusia di dunia menganut agam islam. Dari data jumlah penduduk ini, dapat diperkirakan bahwa kedepannya produk halal (makanan, minuman, produk farmasi) memiliki pangsa pasar yang tinggi. Namun sampai saat ini masih sedikit Lembaga institutional yang menyusun kurikulum yang bertujuan untuk memberikan pemahaman pada mahasiswa farmasi atau mahasiswa kesehatan lain mengenai sumber, proses dan teknik produksi, serta eksipien halal. Sehingga diharapkan kedepannya Lembaga institutional ini dapat memberikan pemahaman terkait status kehalalan produk untuk membantu menjaga konsumen muslim agar terhindar dari sesuatu yang haram.

Untuk membuktikan identitas dan keaslian kehalalan suatu bahan atau produk maka dibutuhkan adanya jaminan tertulis mengenai status kehalalannya. Jaminan tertulis dapat berupa sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi halal yang resmi dan terpercaya. Hingga saat ini sudah terdapat banyak lembaga sertifikasi halal yang tersebar di berbagai negara, diantaranya yaitu Halal Food Authority (HFA) di Inggris, Islamic Food and Nutrition Council of America (IFANCA), Australian Federation of Islamic Council (AFIC), Central Islamic Committee in Thailand (CICT), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Proses produksi obat halal selain harus memenuhi persyaratan pada pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai peraturan pada obat konvensional, juga harus memenuhi beberapa persyaratan lainnya untuk menjamin kehalalan produk. Semua material yang digunakan selama proses produksi harus sudah terbukti memenuhi kesesuaian syariah. Kesesuaian dengan syariah yang dimaksud antara lain adalah tidak menggunakan material yang mengandung bagian tubuh atau produk hasil dari hewan yang tidak halal atau tidak disembelih dengan cara halal; selalu menggunakan material yang aman dikonsumsi dan tidak berbahaya bagi kesehatan; dan semua material harus memenuhi persyaratan lainnya sesuai hukum islam. Semua personel yang terlibat dalam proses produksi harus sudah terlatih dan terkualifikasi mengenai sistem jaminan halal. Peralatan produksi, tempat penyimpanan, dan transportasi obat harus terdedikasi hanya untuk obat halal. Proses distribusi obat juga harus dibuat sebagaimana mungkin hingga dapat meminimalkan resiko yang dapat berdampak pada kehalalan produk.

Minat konsumen terhadap obat-obatan halal semakin meningkat, sehingga tenaga kesehatan profesional harus mampu untuk dapat menjelaskan mengenai konsep obat halal kepada konsumen. Akademisi dan tenaga kesehatan profesional muslim seharusnya juga dapat membuat acuan mengenai obat halal yang mudah diperoleh oleh masyarakat. Universitas (pada fakultas atau program studi yang mencetak tenaga kesehatan profesional) juga disarankan dapat menambahkan kurikulum mengenai pengobatan halal untuk mendorong perkembangan konsep obat halal kedepannya.

Penulis : Peri Umardiana
(Magister Bioteknologi Farmasi Sekolah Farmasi ITB)

Referensi : Saha, T., Rifat, T., Shimanto, S. (2019): Prospect of Halal Pharmaceuticals, Asian Journal of Ethnopharmacology and Medicinal Foods, 5,(2), 17-23.

Editors Team
Daisy Floren