Pulihkan Resesi Ekonomi Dengan : Tingkatkan Konsumsi, Investasi dan Belanja Pemerintah

Pulihkan Resesi Ekonomi Dengan : Tingkatkan Konsumsi, Investasi dan Belanja Pemerintah

Smallest Font
Largest Font

JABARONLINE.COM – Belakangan ini masyarakat Indonesia seringkali membicarakan tentang “Resesi Ekonomi” setelah hal itu diungkapkan oleh Menkopolhukan Mahfud MD. Indonesia bulan depan akan dipastikan masuk ke resesi ekonomi, tetapi tidak akan membuat Indonesia mengalami krisis ekonomi, terang Mahfud. Hal itu dia sampaikan ketika memberikan sambutan dalam acara Temu Seniman dan Budayawan Yogya pada Sabtu malam (29/8/20).

Sontak hal ini menarik perhatian publik karena berbicara mengenai perekonomian sesungguhnya bukan kewenangan Menkopolhukam. Iatilah “Resesi Ekonomi” juga bisa memancing perdebatan tergantung pada pendekatan teori yang dipakainya. Terlebih, istilah tersebut belum banyak dipahami oleh masyarakat sehingga, dikhawatirkan terjadinya salah persepsi yang berakhir pada kegelisahan masyarakat.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Ketika sesuatu yang biasa dibahas di mimbar-mimbar akademik, sekarang dilempar ke ruang publik, maka tidak heran banyak yang menginterpretasikannya berbeda-beda.

Bagi masyarakat, sebenarnya banyak yang tidak peduli dengan berbagai istilah teknikal ekonomi. Tetap bisa bekerja dan mencukupi kebutuhan makan untuk keluargannya saja sudah cukup. Mungkin, bagi sebagian kecil masyarakat, timbul kekhawatiran bahwa resesi ini akan menimbulkan kerugian usaha, dan atau mandegnya kegiatan perekonomian, sehingga wajar saja di kalangan tertentu diskusi mengenai resesi ekonomi ini menjadi sangat menarik.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Baca Juga

Dede Farhan Aulawi Dirikan Lembaga Pengembangan Profesi dan Teknologi Kepolisian (LP2TK)

Literatur masalah resesi ekonomi ini, semakin santer diperbincangkan setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai minus 5,32 persen di kuartal II 2020. Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh Pandemi Covid-19, dimana Pemerintah pernah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang menyebabkan kegiatan perekonomian masyarakat terhenti.

Meskipun saat ini, di masa transisi normal baru (new normal) sudah ada pelonggaran PSBB. Namun, jika diperhatikan, masih banyak masyarakar yang tidak mematuhi protkol kesehatan seperti, tidak memakai masker dan berkerumun. Nantinya, dikhawatirkan di kuartal III pun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap minus.

Untuk itu, jika resesi ekonomi ini benar-benar terjadi, jangan disikapi secara pesimis, karena sikap pesimisme tidak bisa menjadi solusi. Bersikaplah sebaliknya, dengan tetap bersikap optimis agar seluruh lapisan masyarakat bisa bergerak bersama-sama untuk turut serta memulihkan kondisi ekonomi ini. Mudah-mudahan, berbagai kegiatan masyarakat yang kita amati saat ini bisa meningkatkan tingkat ekonomi secara positif.

Tingkat mobilitas masyarakat memang meningkat, tetapi bagaimana supaya hal ini bisa diterjemahkan menjadi kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi, dan itu merupakan tantangan bagi semua pihak. Melihat kembali ke resesi, biasanya didefinisikan sebagai pertumbuhan ekonomi negatif, yang dialami oleh suatu negara selama dua kuartal berturut-turut atau bahkan lebih.

Resesi dinyatakan berakhir bila pertumbuhan ekonomi negara kembali tumbuh positif dan kembali normal. Dengan demikian, resesi bukan sesuatu yang sangat menakutkan, tapi memberikan indikasi bahwa dua kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan (minus).

Kekhawatiran bisa terjadi sebenarnya, jika Indonesia mengalami “Depresi Ekonomi” yaitu resesi yang sangat parah, di mana terjadi penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) lebih dari 10 persen. Juga terjadi kemerosotan ekstrem dalam aktivitas ekonomi yang berlangsung selama beberapa tahun atau dalam waktu yang lama.

Depresi berlangsung selama bertahun-tahun, bukan berbulan-bulan, dan biasanya menyebabkan tingkat pengangguran melonjak dengan penurunan PDB yang tajam. Jika resesi seringkali terbatas pada satu negara, sedangkan depresi biasanya cukup parah dan berdampak pada perdagangan secara global.

Dalam konteks ini, Indonesia bisa saja masuk resesi ekonomi ini, maka masyarakat perlu diimbau untuk selalu berjaga-jaga dan pandai mengelola keuangan secara bijak. Tidak boros dan pergunakan penghasilan secara bijak, usahakan terus menabung untuk bisa digunakan ketika diperlukan, hal itu bisa menjadi cara. Artinya, harus ada dana cadangan yang tersedia untuk mengantisipasi segala kemungkinan.

Jika mengamati diskusi di ruang publik, termasuk berbagai media sosial soal resesi ekonomi ini, memang sebagian menyebutkan bahwa, Indonesia sudah masuk ke fase resesi dengan argumen yang dilihat dari kuartal ke kuartal atau quarter to quarter (QtQ). Pertumbuhan ekonomi nasional sudah berada pada level negatif pada dua kuartal berturut-turut.

sebagian lain mengatalan Indonesia belum masuk pada fase resesi dengan argumen bahwa, realisasi pertumbuhan ekonomi secara tahunan atau year on year (yoy) terkontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Oleh sebab itu, perlu langkah pasti untuk mendorong ekonomi yang dilakukan lewat percepatan stimulus belanja pemerintah, dengan tetap mendorong peningkatan produktivitas yang memiliki banyak efek terhadap permintaan dan konsumsi masyarakat.

Dengan kata lain, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kuartal-kuartal selanjutnya, perlu peningkatan penyerapan belanja pemerintah agar konsumsi masyarakat bisa terdongkrak. Semuanya bergantung pada kecepatan belanja pemerintah, karena kalau dari investasi nampaknya sangat sulit untuk saat ini.

Kemudian merajuk pada istilah lain yakni “Kisis Ekonomi” didefinisikan sebagai keadaan yang mengalami penurunan kondisi ekonomi secara drastis yang terjadi di sebuah negara. Penyebabnya adalah fundamental ekonomi yang rapuh antara lain tercermin dari laju inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang macet. Hal ini biasanya karena beban utang luar negeri yang melimpah dan melebihi kemampuan bayar, investasi yang tidak efisien, defisit neraca pembayaran yang besar dan tidak terkontrol.

Adapun gejalanya didahului oleh penurunan kemampuan belanja pemerintah, jumlah pengangguran melebihi 50% dari jumlah tenaga kerja, penurunan konsumsi atau daya beli rendah, kenaikan harga bahan pokok yang tidak terbendung, penurunan pertumbuhan ekonomi yang berlangsung drastis, dan penurunan nilai tukar yang tajam dan tidak terkontrol.

Melihat realitas perekonomian saat ini, maka diperlukan kerja sama, semangat inovasi, dan menjaga optimisme agar kondisi ekonomi segera pulih. Jika nantinya di kuartal III pertumbuhan ekonomi masih negatif, itu menjadi cambuk untuk kita semua. Tetap bekerja keras, semakin produktif dan efektif agar tujuan makro ekonomi dan mikro ekonomi tercapai sehingga rakyat bisa sejahtera dan negara menjadi makmur.

Penulis : Dede Farhan Aulawi
Editor : Dita Sekar Sari 21

Editors Team
Daisy Floren