Sekolah Lain Masih Pungut Biaya? SMAN 1 Dayeh Kolot Gratiskan Siswa KETM
Jabar Online (Kabupaten Bandung)-, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat, telah mensosialisasikan dan menegaskan bahwa pemerintah memberikan solusi bagi siswa yang kurang mampu untuk tetap melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Sekitar 20 persen siswa kurang mampu khususnya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Jawa Barat difasilitasi untuk melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri maupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri. Mereka yang termasuk Keluarga Ekonomi Tidak Mampu, tidak boleh dipungut biaya baik DSP (Dana Sumbangan Pendidikan) maupun SPP (Sumbangan Pembiayaan Pendidikan).
Namun informasi yang dihimpun Jabaronline.com , dari peserta didik, wali murid dan surat keputusan Kepala Sekolah, masih ada pungutan kepada mereka. Nilainyapun berbeda-beda tergantung kebijakan para kepala sekolahnya. Mulai dari Rp.1.000.000 untuk iuran peserta didik baru tahun ajaran 2018 /2019 dan iuran bulanan Rp.50.000 hingga Rp.100.000.
Dan ada juga sekolah yang tidak memungut biaya kepada siswa jalur siswa Keluarga Ekonomi Tidak Mampu, diantaranya SMAN 1 Dayehkolot. Dengan aturan hingga bantuan pemerintah, lalu efesiensi dan subsidi mereka dibebaskan biaya pendidikannya oleh sekolah.
Kepala SMAN 1 Dayeh Kolot, Reny Damayanti M.Pd menjelaskan “Banyak siswa yang tergolong tidak mampu saat pendaftaran, namun pihak sekolah memverifikasi data yang diajukan peserta didik dan wali murid. Sehingga muncullah data yang sebenarnya tentang kondisi mereka. Dan kouta jalur KETM pun terpenuhi, jelasnya saat dikunjungi wartawan diruang kerjanya (21/01/2019)
Reny juga memaparkan tentang kondisi siswa jalur KETM. Melalui kebijakan sekolah, siswa jalur KETM tidak dipungut biaya, dan sifat bantuannya berkelanjutan. Ini merupakan arahan kepala dinas agar mereka dibantu oleh sekolah dalam pembiayaan pendidikan.
Namun jika dikemudian hari pihak orang tua siswa menyatakan merasa mampu lalu mengundurkan diri dari jalur KETM, pihak sekolah akan mendukungnya. Atau yang awalnya mampu, namun dikemudian hari menjadi tidak mampu, pihak sekolah akan memperjuangkan siswa agar tetap melanjutkan pendidikannya.
Mereka jalur KETM, dibantu melalui efesiensi biaya pendidikan, bantuan pemerintah hingga subsidi silang dari siswa yang tergolong mampu. Kalaupun sekolah mengalami kekurangan biaya, karena programnya lebih besar, namun iuran yang masuk dari orang tua siswanya sedikit. Pihak sekolah akan membatalkan programnya, tapi hal ini tidak akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.
Intinya pihak sekolah tidak akan membebani orang tua siswa, selalu berupaya efesiensi dan akan menyesuaikan dengan program yang ada.
Dan Reny menyimpulkan “mereka yang jalur KETM, tidak diketahui oleh siswa lain atau guru di kelasnya. Sehingga tidak ada diskriminatif, mereka mendapatkan hak yang sama seperti siswa lain”
(Reporter Bandung: Dwi Arifin S.Pd)