Siapa Aktor Intelektual Dugaan Korupsi Dana BOS Kota Bogor?

Siapa Aktor Intelektual Dugaan Korupsi Dana BOS Kota Bogor?

Smallest Font
Largest Font

BOGOR | JABARONLINE.COM – Kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2017, 2018, dan 2019 Kota Bogor yang menjerat lima orang Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) dan satu perusahaan (JRR) sebagai pemegang proyek pengadaan soal UTS, UAS, dan ujian nasional sekolah dasar, diduga merugikan keuangan negara senilai 17 Milyar.

Namun, permasalahan ini masih menimbulkan tanda tanya dalam pengungkapannya. Pasalnya, kelima orang tersangka yang merupakan Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah di setiap kecamatan Kota Bogor berada di bawah naungan K3S Kota Bogor.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Sementara, K3S Kota Bogor dibentuk oleh Dinas Pendidikan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas. Oleh sebab itu, setiap kegiatan atau pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh K3S Kota Bogor sepenuhnya diawasi dan melaporkan pertanggung jawaban kepada dinas pendidikan.

Sementara itu, K3S mempunyai tugas dan fungsi: 1) sebagai wadah untuk memecahkan masalah yang belum terpecahkan oleh guru; 2) K3S sebagai wadah untuk memecahkan masalah manajemen sekolah berdasarkan temuan-temuan hasil supervise di sekolah; 3) K3S merupakan sebuah lembaga sederhana yang mampu mengkoordinir kepala sekolah dalam satu gugus untuk melahirkan kiat-kiat kepemimpinan sekolah; 4) K3S sebagai wadah untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru dalam meningkatkan mutu pendidikan. Bahwa kenyataannya K3S sebagai pelaksana penyaluran dana BOS berada di bawah dinas pendidikan.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Hal tersebut merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 1 tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah, untuk mengelola dana BOS supaya optimal maka dibentuklah tim BOS Kota. Wali Kota sebagai tim pangarah; Kepala Dinas Pendidikan Kota sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan dana BOS; dan terdapat tim pelaksana yang salah satunya K3S.

Dana BOS dikelola oleh masing-masing sekolah yang menerimanya dengan terlebih dahulu membuat RKAS (Rancana Kegiatan dan Anggaran Sekolah). Kemudian RKAS tersebut harus disetujui dalam rapat Dewan Guru setelah memperhatikan pertimbangan Komite Sekolah dan disahkan oleh Dinas Pendidikan Kota.

Dalam kaitannya dengan kasus dugaan korupsi oleh K3S, draft RKAS yang sudah dibuat oleh masing-masing kepala sekolah terlebih dahulu mendapatkan asistensi dari Dinas Pendidikan Kota Bogor. Ketua asistensi Dinas Pendidikan Kota Bogor adalah Dra. Hj. Arni Suhaerani yang secara struktural, dia merupakan Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kota Bogor. Penunjukkan ketua asistensi tersebut dilakukan oleh H. Fahrudin. S.Pd selaku Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor melalui Surat Keputusan (SK). Setelah RKAS disahkan, kemudian setiap sekolah melakukan MoU dengan pihak ketiga yang dalam hal ini JRR, tanpa melibatkan K3S.

Menurut pengakuan Wahyu sebagai Ketua K3S kecamatan Bogor Tengah, dalam pembuatan dan penunjukkan terhadap perusahaan pembuat dan pengadaan soal-soal ujian sekolah dasar terdapat orang Dinas Pendidikan yang terlibat. Mekanisme mengenai pembuatan soal ujian akhir semester dan ujian tengah semester baru disampaikan kepada Ketua K3S setiap kecamatan setelah disepakati. Setelah itu, oleh Ketua K3S kecamatan kemudian disampaikan kepada tiap kepala sekolah di kecamatan.

Meski begitu, Wali Kota Bogor, Bima Arya melakukan permohonan penangguhan penahanan terhadap para Ketua K3S se-Kota Bogor, namun permohonan tersebut ditolak oleh Kejaksaan Negeri Bogor. “Kami menilai bahwa permohonan penangguhan penahanan tersebut adalah upaya dari pemerintah dalam penegakkan hukum dalam koridor Fair Trial. Tindakan tersebut menjelaskan bahwa keyakinan Bima Arya terhadap para Ketua K3S kecamatan se-Kota Bogor, yang kini dalam penahanan Kejaksaan, sangatlah besar bahwa para Ketua K3S kecamatan se-Kota Bogor bukanlah pelaku utama dari tuduhan tindakan korupsi yang merugikan keuangan negara,” kata Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Takaran dalam keterang persnya, Senin (10/08/2020).

Senada dengan tugas dan fungsi K3S kecamatan se-Kota Bogor yang hanya sebagai pelaksana teknis dalam kegiatan pengadaan soal-soal ujian sekolah dasar se-Kota Bogor. Oleh sebab itu, Kejaksaan Negeri Kota Bogor harus menggali fakta lebih dalam lagi dari sisi JRR yang pada kasus ini bertindak sebagai pihak ketiga dalam proyek percetakan pengadaan soal-soal ujian sekolah dasar se-Kota Bogor.

“Berdasarkan pemaparan di atas bahwa jelas para tersangka yang merupakan Ketua K3S kecamatan se-Kota Bogor hanya pelaksana teknis dari kebijakan yang sudah dibuat oleh K3S Kota Bogor dan Dinas Pendidikan,” ungkapnya.

Pengungkapan kasus dugaan penyelewengan dana BOS yang hingga hari ini masih dalam proses penyidikan oleh Kejaksaan Negeri Kota Bogor harus adanya penguatan fakta secara materiil yang tetap berdasarkan dengan aturan formiil. Sehingga dalam membongkar kasus tersebut dapat tuntas dari tingkat atas hingga ke bawah. Artinya, tidak ada tebang pilih dalam proses penegakan hukum, dan juga tidak ada upaya mengorbankan satu pihak untuk menyelamatkan pihak lainnya.

Sebab, bila mengacu pada peraturan yang berlaku pada aliran dana BOS dan merujuk tugas dan fungsi dari K3S kecamatan ruang geraknya terbatas dalam pelaksanaan teknis saja. Sedangkan kebijakan penyaluran dana BOS dan pengadaan soal-soal ujian sekolah dasar diatur serta dikelola oleh pemangku kebijakan yang dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan atau setinggi-tingginya Wali Kota Bogor.

“Angka 17 Milyar kerugian negara yang dirilis oleh Kejaksaan Negeri Kota Bogor menimbulkan tanggung jawab secara hukum untuk membuktikan dan menjelaskan secara komprehensif serta mengungkap lebih dalam dengan melakukan audit yang jelas sehingga dapat terungkap siapa saja yang menikmati uang negara tersebut,” jelas LBH Takaran.

Bila merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Kamar MA Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan, yang salah satu poin rumusan kamar pidana (khusus), menyatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian keuangan negara.

Selain itu, secara konstitusional kewenangan BPK sebagai pemeriksa pengelola dan tanggung jawab keuangan negara termatub dalam pasal 23E UUD 1945 dan dipertegas kembali pada UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK. Pasal 1, ayat 1 UU BPK, menyebutkan “Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelola dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. BPK pun berhak menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum. Pasal 10 ayat (1) UU BPK, menyatakan “BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga/badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara”.

Berdasarkan fakta di atas, maka timbullah logika bahwa angka 17 milyar kerugian negara yang dirilis oleh Kejaksaan Negeri Kota Bogor akibat adanya produk kebijakan yang lahir untuk mengucurkan anggaran sebesar itu. Sebab, pada mekanisme dan prosedur pencairan dana BOS tidak langsung menuju kepada K3S, akan tetapi mesti melewati para pemangku kebijakan terlebih dahulu.

Oleh sebab itu, sudah barang tentu dalam mengungkap kasus ini hingga ke akar-akarnya menjadi pekerjaan yang cukup berat bagi Kejaksaan Negeri Kota Bogor. Sebab, Kejaksaan Negeri Kota Bogor masih mempunyai pekerjaan rumah dalam pengungkapan kasus tersebut, yang di antaranya: 1) Menemukan aktor intelektual dalam kasus tersebut; dan 2) Menjaga intergritas Kejaksaan dalam hal adanya upaya kriminalisasi terhadap para tersangka yang pada saat ini di tahan oleh Kejaksaan Negeri Kota Bogor.

Red

Editors Team
Daisy Floren