Sudahkah Kita Merdeka Sebagai Guru?
BOGOR, JABARONLINE.COM – Oleh : Aldi “Cikal” Yudawan
Membaca kembali sebuah buku yang di belakangnya ada sebuah pertanyaan penting, “Apa sebenarnya tujuan pendidikan?”, saya kembali terhenyak. Dari kacamata seorang guru, seharusnya pertanyaan itu bisa dijawab dengan mudah. Akan tetapi, kenyataan berkata lain. Di lapangan, tujuan pendidikan sulit sekali ditemukan, selain agar murid bisa memahami materi, menjawab soal-soal ujian, dan mendapat nilai tinggi.
Kalau hanya demikian tujuannya, mudah saja bagi seorang guru untuk mencapainya. Guru tinggal menjejali murid dengan segudang materi, melatih mereka menjawab soal-soal setiap hari, dan puncaknya bagaimanapun caranya nilai harus tinggi. Tak peduli bagaimana prosesnya. Minimal sampai titik standar. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Tapi apa benar tujuan pendidikan hanya itu? Rasanya bukan. Menurut Undang-Undang, tujuan pendidikan itu diuraikan sangat panjang. Intinya adalah untuk mengembangkan potensi murid sehingga mereka mampu mempelajari dan menjawab tantangan hidup. Dalam prosesnya, murid perlu guru yang merdeka, bisa menyediakan lingkungan belajar yang mendukung murid agar tumbuh potensinya.
Siapakah Guru Merdeka Itu? Dalam buku _Merdeka Belajar Di Ruang Kelas (2017)_ Najeela Shihab menyebutkan bahwa kemerdekaan sebagai salah satu kunci pengembangan guru. Guru yang merdeka memiliki beberapa hal : komitmen pada tujuan belajar, mandiri dalam menentukan strategi belajar, dan selalu reflektif di setiap proses pembelajarannya.
Komitmen pada tujuan belajar berarti bahwa seorang guru paham mengapa ia perlu mengajarkan sesuatu materi atau keterampilan tertentu kepada murid. Bukan sekadar mengajarkan sesuatu karena tuntutan administratif seperti harus selesai materi, tugas, dan pemberian nilai. Guru yang komitmen pada tujuan belajar akan terus berada pada kesadaran bahwa belajar adalah tentang proses, bukan keutamaan hasil. Meskipun biasanya hasil adalah bonus dari proses yang dilakukan.
Seorang guru yang mandiri akan selalu berbuat efektif buat dirinta agar bisa meningkatkan kompetensi, memperluas kolaborasi, dan mengembangkan karir. Pada proses-proses tersebut, guru yang mandiri akan menggunakan kompetensinya untuk selalu membuat pembelajaran bermakna bagi murid. Ia juga akan berkolaborasi dengan murid maupun pihak-pihak lain untuk membuat pembelajaran menarik. Lalu, guru tersebut terus mengembangkan karirnya untuk menunjang profesinya.
Untuk itu, guru harus selalu berefleksi. Guru yang reflektif paham betul akan kekuatannya dan mengenali area yang perlu dikembangkan, serta terus-menerus memantau proses belajar-baik proses belajar diri sendiri maupun muridnya-untuk memahami keterkaitan dan keberlanjutan setiap tahapan. Guru pada tahap ini akan aktif mencari dan memberi umpan balik dalam pembelajaran. Umpan balik ini sangat berguna bagi perbaikan proses pembelajaran, khususnya bagi murid.
Ketiga hal tersebut menjadi sangat penting bagi guru manakala dihadapkan pada tugas sebagai pendidik generasi. Generasi yang sedang dihadapi kini sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Kalau cara kita sebagai guru dalam membersamai proses belajar mereka masih sama seperti saat guru kita mengajari kita dulu, maka kemungkinan besar akan terjadi miskonsepsi bahkan misorientasi pendidikan.
Itulah sebabnya guru perlu terus belajar. Guru belajar akan memiliki kemerdekaan diri. Guru belajar akan berdampak signifikan terhadap pencapaian tujuan pendidikan. Guru belajar pasti punya cita-cita. Guru yang bercita-cita akan tertantang untuk mewujudkan hal tersebut menjadi nyata. Jika guru sudah punya cita-cita, maka guru tersebut akan sangat relevan bagi pembelajaran sehingga murid juga tidak ragu bercita-cita. Secara luas, ini akan berdampak bagi tujuan pendidikan.
Akan tetapi kembali lagi, kalau kita masih berkutat soal kebijakan yang selalu mengekang, tuntutan administrasi yang memberatkan, tujuan pendidikan yang salah, atau cita-cita yang masih remang-remang, sebagai guru kita tidak akan bisa berbuat hal besar untuk murid khususnya atau dunia pendidikan pada umumnya. Kita harus sudah melewati itu. Merdeka! Kalau masih bingung, izinkan saya kembali bertanya, “Sudahkah Kita Merdeka Sebagai Guru?”
Guru Sains, SD dan SMP, tinggal di Bogor, suka nonton film
Redaksi – A2