Sumber Konflik dan Cara Penyelesaian Sengketa Pertanahan
JABARONLINE.COM – Setiap manusia secara fitrah pasti menginginkan memiliki harta, dan salah satu bentuk harta yang berharga dalam kehidupan di dunia ini berupa tanah, dan rumah sebagai tempat tinggal. Permasalahannya adalah, bahwa untuk bisa memiliki sebuah tanah itu bukanlah hal yang mudah. Baik karena harganya yang terus naik, ataupun timbulnya sengketa-sengketa pertanahan di banyak tempat, bahkan mungkin terjadi secara merata di seluruh tanah air. Sementara, untuk menyelesaikan sengketa pertanahan juga tidak mudah, terutama untuk masyarakat yang seringkali tidak memiliki cukup bukti kepemilikan atas tanah yang berupa sertifikat.
Tanah di Indonesia diatur dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang di dalamnya menyerap hukum adat, yaitu diakuinya hak ulayat. Hak ulayat adalah kewenangan yang dimiliki oleh masyarakat. Hukum adat atas suatu wilayah tertentu, dimana dalam kewenangan ini, masyarakat dapat mengambil kegunaan dari sumber daya alam dalam wilayah tersebut untuk kebutuhan hidupnya.
Hal yang berkaitan dengan tanah ulayat, UUPA diatur di dalam pasal 3. Pada dasarnya, pasal 3 tersebut menyatakan bahwa pelaksanaan hak ulayat harus sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, berasaskan persatuan bangsa, juga tidak bertentangan dengan undang-undang dan aturan-aturan lain yang lebih tinggi.
Dalam penyelesaian masalah, hak ulayat diatur dalam Kepmen Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun 1999 Pasal 2 Ayat 2, berisikan, bahwa hak ulayat masyarakat hukum adat akan dianggap ada apabila masyarakat menggunakan tanah ulayat sebagai tumpuan hidup, serta menaati tatanan hukum adat.
Tanah ulayat berkaitan erat dengan hukum adat, dan hal tersebut dikelola dengan cara adat setempat. Konflik sering terjadi dalam masyarakat mengenai pengolahan tanah ulayat. Dalam ketentuan hukum adat, bahwa hak ulayat tidak dapat dilepaskan atau dipindah tangankan secara tetap. Titik pangkal permasalahan ada pada pelaksanaan hak menguasai negara pada tanah hak ulayat, yang memicu terjadinya konflik dalam masyarakat.
Hukum adat berdasarkan hukum kebiasaan dan berasal dari hukum Islam. Hukum adat berasal pada kebudayaan tradisona,l karena hukum adat merupakan hukum yang hidup dan menggambarkan perasaan dari masyarakat.
Adapun cara dalam menyelesaikan sengketa, bisa dengan musyawarah langsung dengan pihak-pihak yang bersengketa, ataupun mediasi dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak berwenang untuk mengambil keputusan.
Setelahnya membawa sengketa ke ranah pengadilan sebagai lembaga resmi kenegaraan dengan arbitrase, yaitu menyelesaikan sengketa di luar pengadilan yang dibuat oleh para pihak, dengan arbiter yang mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan.
Penulis : Dede Farhan Aulawi
(Ketua DPD Prawita Genpari dan Pemerhati Pertanahan)