Transaksi Dengan Pedagang Kecil Menumbuhkan Nikmat Berlipat Manfaat

Transaksi Dengan Pedagang Kecil Menumbuhkan Nikmat Berlipat Manfaat

Smallest Font
Largest Font

BANDUNG | JABARONLINE.COM – Pedagang kecil bisa diartikan mereka yang berdagang dengan modal dibawah 300 ribu. Dan penghasilan mereka dibawah rata-rata gajih upah minum rakyat. Menjadi pedagang kecil menjadi pilihan saat pekerjaan yang lain tidak bisa ditempuh. Lalu bagaimanakah kondisi pedang kecil di masa pandemi, dan apa yang harus kita lakukan sebagai bentuk kepedulian bagi mereka?…

Pedagang kecil sangat merasakan beban dari turunya omset jualan di masa pandemi. Seperti yang dialami kios Pa Ade Citra yang berjualan buku-buku. Kios yang terletak di Jalan Utama Margahayu Utara, Bandung . Kios yang terlihat sederhana, berukuran kurang lebih satu meteran untuk etalase barang dagangannya.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Baca Juga :Polsek Pamengpeuk Polresta Bandung, Gelar Patroli dan Razia Masker

Penjual buku, Kake Ade Suhendi mengungkapkan dimasa pandemi ini Abah tetap konsiten menjemput rizki. Sebelum ada pandemi berdagang itu terasa lancar, sekarang jadi terasa susah. Untuk berangkat belanja aja susah, apalagi pas jualan. Kadang saat belanja berangkat pagi pulang sore menghabiskan waktu lama dan mahalnya ongkos beban biaya belanja.

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Hampir 4 tahun jualan dari 2017 sampai sekarang 2021, dulu sempat sakit katarak. Namun dengan bantuan BPJS Kesehatan lalu dioprasi, awalnya saat sakit dulu tidak bisa melihat. Alhamdulillah sekarang baru satu sembuh.

Seperti biasa setiap harinya tanpa libur yang pasti, dari sekitar jam 06:00 -15:00 wib sampai asar menjadi waktu khusus jualannya. Lumayan kadang dapat 50-100 ribu juga udah lumayan ada untungnya. Selain penghasilan itu, menurutnya banyak pelanggan yang bilang. Udah tua masih tetap usaha, terus mereka ngasih lebih dari harga buku yang dibelinya, katanya

Abah Ade merasakan lumayan berat dan perihatin juga melihat keadaan kalau dibandingkan dengan dulu. Sekarang-sekarang paling 2 atau 3 hari, baru dapat 50-100 ribu omset jualan hariannya. Tapi rizki tetap ada. Karena dapat bantuan juga dari pemerintah yang dikelola oleh Istri dirumah. Istri lebih tau, karena saya sibuk jualan di jalan.

Anak-anak juga dapat bantuan untuk sekolahnya. Namun belum punya Hand phone untuk belajar dibangku SMPnya. Anak juga suka jalan kaki, kadang karena ga punya HP, jadi males sekolah karena sekarang kan sekolahnya harus online. Walaupun ada gurunya yang menyempatkan ke rumah untuk mengajar. Ungkap Abah Ade menceritakan kondisi anaknya yang masih SMP, sambil menceritakan tentang anak yang paling kecil usia tiga tahunannya.

Ade Suhendi mengungkapkan alasannya saat menjual buku. Kadang kalau jualan makanan kan suka basi, kalau buku ga akan basi. Dulu sebelum pandemi suka berkeliling menawarkan buku ke pasar Caringin, Gede Bage atau pasar lainnya di kota Bandung. Sekarang jualan kadang dilarang, ga seperti dulu.

Selain menjual buku-buku kios Pak Ade menjual Teka Teki Silang yang diminati pelangganya untuk mengisi waktu senggang. Saat berjualan selain banyak yang beli. Banyak juga yang mengasih uang dari yang tiba-tiba datang. Mereka kasihan melihat orang tua masih tetap jualan, karena memiliki beban yang sama untuk bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. Namun memiliki keterbatasan jasmaninnya.

Kisah diatas merupakan curahan hati pedagang kecil yang ramah. Berada ditepian jalan yang berdebu, dilingkungan yang panas tersinari terik matahari namun tetap berprasngka baik pada keadaan. Hampir mengingjak satu tahun masa pendemi berlangsung. Berbagai masalah pun bermunculan, diantaranya masalah ekonomi. Lalu bagaimanakah solusi yang dihadirkan dari agama, strategi pertumbuhan ekonomi dan semangat kemanusian yang perlu dijadikan pendoman untuk menstabilkan keadaan dan meminimalisir antisipasi terjadinya masalah.

Agama memang sejak dulu dijadikan solusi ditengah masalah sosial. Dahulu saat terjadi krisisi makanan, banyak sahabat nabi yang bersikap mendahulukan sahabatnya untuk menikmati makanan terlebih dahulu. Sejalan dengan itu ada hadist yang disampaikan.

Dalam kumpulan hadist arbain ke 13, Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadist ini bentuk solusi kepekaan sosial tingkat tinggi. Bisa diterapkan baik antar tetangga atau bahkan anggota keluarga. Untuk mencegah masalah sosial. Karena dari catatan sejarah banyak orang yang kekurangan makanan, lalu mencuri dan hal itu terjadi karena orang yang berharta tidak bersikap dermawan pada orang sekitarnya.

Dalam Sirah Nabawiyah juga menyebutkan bahwa Khadijah dan Zainab binti Khuzaimah adalah ibu para fakir miskin. Sedangkan nabi sangat dekat dan peduli kepada orang miskin. Bahkan tidak memandang agama, nabi selalu membantu orang yang meminta-minta dan memberi makan orang yang dalam keadaan buta. Maka dari jalan hidup nabi yang dekat dengan orang miskin harusnya tetap diteladani saat ini oleh umatnya yang mengaku mencintai Nabi.

Disisi lain orang miskin banyak mendapatkan penghinaan dan diremehkan oleh manusia lainnya dan itu sering terjadi di sekitar kita. Mereka dihina karena tidak mempunyai harta serta menduduki jabatan status sosial masyarakat dan sering dipandang sebelah mata. Padahal hal itu berbeda di hadapan Allah.

Mereka memiliki kedudukan yang mulia di hadapan-Nya yang akan masuk surga lebih dulu dari pada orang-orang kaya. Namun tidak semua yang miskin masuk surga, sebab yang yang dimaksudkan adalah orang miskin yang taat dan beriman kepada Allah, senantiasa sabar, ikhlas dan mematuhi segala perintah dan menjauhi larangannya.

Pernyataan Bahwa orang miskin banyak yang masuk surga, hal ini di sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Saw: “Surga diperlihatkan kepadaku, maka aku melihat melihat kebanyakan penghuninya adalah orang–orang fakir” (HR. Bukhari).

Maka sudah semestinya harus tumbuh jiwa sosial bagi setiap orang yang memiliki harta lebih untuk peduli dengan orang miskin. Syukur-syukur dengan itu menjadi wasilah kita diampuni dari dosa dan masuk ke dalam Surga bersama-sama. Kalau direnungi sekaya apapun orang kalau tidak ada orang miskin. Maka dia tidak akan memiliki amal yang benilai dermawan. Memang orang miskin sebagai orang yang berhak menerima harta. Tapi pada dasarnya merekalah yang menjadi jalan kita memiliki bekal aman. Karena pada dasarnya apa yang kita beri pada mereka, kelak jadi amal yang kita bawa ke Ahirat.

Islam sangat mendorong perputaran uang yang cepat dari satu tangan ke tangan lainnya. Lebih jauh lagi perputaran ini harus luas tidak hanya berputar di golongan tertentu saja sesuai Ayat Al-Quran 59:7 “….agar harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu…”

Saat banyak orang kaya peduli dengan orang miskin, maka akan terbentuklah keseimbangan sosial. Karena harta yang ada di masyarakat tidak bertumpuk pada orang kaya saja. Bukankah pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan negera diantara indikatornya ialah banyak menurunya angka kemiskinan. “jika kita belanja di toko-toko besar, maka akan membuat orang kaya makin kaya. Tapi jika kita belanja ke pedagang kecil maka secara tidak langsung kita ikut serta membuat kesejahteraan hidupnya. Uang transaksi senilai Rp.10 ribu dari satu pelanggan, dirasakan pedagang kecil sangat membuat mereka bersyukur. Disaat uang transaksi Rp.1 juta yang dikelola oleh orang kaya, hal itu dianggap biasa. Maka yakinilah, uang yang kita belanjakan kepada pedagang kecil jauh akan lebih terasa nikmat dan berlipat manfaat bagi mereka”.

Maka dari penjelasan-penjelasan diatas, disimpulkan sudah semestinya yang kuat membantu yang lemah. Yang muda membantu yang tua. Pedagang kecil memang perlu dibantu dengan dibeli daganngnya. Karena mereka tidak memilih jalan meminta-minta yang cenderung hina. Tapi mereka memilih jalan yang mulia dengan berdagang untuk bertanggung jawab sebagai kepala keluarga berupaya berperan untuk mencari nafkah untuk keluarganya.

Penulis: Dwi Arifin (Jurnalis Media Catak & Online).

Editors Team
Daisy Floren