Triklinik Satu Kajian Kebahasaan Membuat Lebih Bijak dalam Berbahasa di Media Sosial

Triklinik Satu Kajian Kebahasaan Membuat Lebih Bijak dalam Berbahasa di Media Sosial

Smallest Font
Largest Font

BOGOR | JABARONLINE.COM – Perkembangan teknologi digital dan sarana informasi saat ini semakin pesat. Pandemik Covid -19 “memaksa” agar kita memberdayakan sarana yang aman (jaga jarak fisik) dan nyaman (dapat dilakukan di mana pun dan kapan pun). Salah satunya memberdayakan media sosial sebagai sarana komunikasi (tidak langsung).

Beragamnya media sosial pun sangat berpengaruh pada kedinamisan suatu bahasa. Berdampak positif jika dilakukan dengan cara bijak. Namun, tidak sedikit juga berdampak negatif. Contohnya banyak bahasa tidak baku, ragam akrab dan ragam santai yang berlebihan dan kurang beretika, bahkan dijadikan sarana ujaran kebencian.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Melihat fenomena tersebut, Laboratorium Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pakuan melaksanakan Program Triklinik 1 Kajian Kebahasaan dengan tema “Dinamika Penggunaan Bahasa Berdampak Hukum di Media Sosial dalam Konteks Demokratisasi dan Perkembangan Teknologi Ruang Virtual (sebuah kajian forensik bahasa)”.

Baca Juga : Tolak Larangan Ziarah, Pemuda Empang : Potensi Wisata Religi, Jangan Matikan Ekonomi Kami

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 8 Mei 2021 melalui daring menggunakan aplikasi zoom meeting yang dihadiri oleh undangan struktural FKIP Universitas Pakuan dan para peserta sebanyak 528 (yang telah melakukan registrasi) dari kalangan pelajar, mahasiswa, guru, dosen (Jabodetabek, Banten, Karawang, Kuningan, Indramayu, Cirebon, Ciamis, Purwakarta, Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Boyolali, Brebes, Yogyakarta, Magelang, Malang, Sukabumi, Cianjur, Kendari, Samarinda, Ternate, Asahan, Makassar, Medan, Padang, Lubuklinggau, Riau, Lampung, Bangka Belitung, Dogiyai, Sorong Papua).

Tujuan Triklinik I Kajian Kebahasaan tentang forensik bahasa ini agar:

  1. Dapat memperhatikan pemakaian bahasa di ruang publik atau ruang virtual;
  2. Cerdas berbahasa dalam media sosial;
  3. Lebih bijak dalam berbahasa di media sosial karena dapat berdampak hukum.

“Luar biasa temanya, ini dapat dikatakan salah satu trending topik karena saat ini barang bukti kejahatan itu tidak hanya benda tajam, senjata api, dan lain-lain, tetapi bahasa juga dapat dijadikan alat bukti dan dibedah karena telah ada kajiannya, yaitu forensik bahasa,” ungkap Dekan FKIP, Universitas Pakuan, Dr. Entis Sutisna, M.Pd.

Tidak hanya itu, Prof. Dr. Aceng Ruhendi Saefullah, M.Hum. seorang guru besar linguistik UPI yang menjadi pemateri menyampaikan, bahwa konteks penggunaan berdampak hukum harus ditinjau dari dua hal, yaitu digitalisasi dan demokratisasi. Selain itu, beliau menyajikan contoh-contoh kasus yang dapat berdampak hukum dari lisan, tulis, atau gambar berdasarkan pengalamannya.

Dengan mengenalkan forensik bahasa, Ketua Prodi PBSI, Drs. Aam Nurjaman, M.Pd. optimis akan menjadikan foresik bahasa salah satu mata kuliah pada Kurikulum MBKM.

“Penyelenggraan Triklinik sangat bagus. Mampu menyuguhkan materi sejalan dengan kebutuhan masa kini (relevan dan menarik),” Kesan Bapak Ismail Marzuki, dari Unimuda Sorong, Papua Barat.

“Sudah seyogyanya bahwa dalam melakukan komunikasi tulis dan lisan baik secara langsung atau tidak langsung baik menggunakan media sosial atau media lainnya harus memperhatikan kaidah dan kesantunan dalam berbahasa,” lanjutnya.

“Forensik bahasa hadir untuk menyajikan ilmu pengetahuan agar santun dan bijak dalam berbahasa, karena jika tidak, akan berdampak pada hukum. Maraknya kasus-kasus berbahasa di media sosial yang berisi ujaran kebencian tentu sebagian contoh yang dapat dikaji ke dalam forensik bahasa. Dapat ditentukan apakah bahasa yang disampaikan pada media tersebut dapat dipidanakan atau tidak,” terangnya.

“Bijaklah berbahasa karena gambaran karakter diri yang pada akhirnya bahasa adalah identitas bumi pertiwi. Hukum itu nyata. Berbahasa itu penting. Jika berbahasa menunjukkan eksistensi diri, maka peradaban akan selalu hidup,” pungkasnya.

Reporter : Atx

Editors Team
Daisy Floren