Wagub Jenguk Anak Kecanduan Gawai di RSJ Cisarua 2020 Ada 104 Pasien, Sudah 14 Dua Bulan Ini

Wagub Jenguk Anak Kecanduan Gawai di RSJ Cisarua 2020 Ada 104 Pasien, Sudah 14 Dua Bulan Ini

Smallest Font
Largest Font

KAB. BANDUNG BARAT | JABARONLINE.COM – Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menjenguk ratusan pasien anak kecanduan gawai di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (16/3/2021).

Di RSJ, Wagub sempat menyapa dan menanyakan kabar kepada empat pasien remaja. Kecanduan gawai pada anak di Jabar kian hari kian memprihatinkan terlebih sekarang waktu anak dengan gawai makin lama karena sekolah masih memberlakukan pembelajaran daring.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Pemdaprov Jabar memandang ini masalah serius dan perlu dicegah sejak dini. Wagub Uu meminta orang tua membatasi interaksi anak-anaknya dengan gawai. Kecuali untuk pembelajaran daring, penggunaan gawai oleh anak perlu diawasi ketat.

Baca Juga : 200 Kiai dan Ulama di Karawang Jalani Vaksinasi COVID-19

Advertisement
Konten berbayar di bawah ini adalah iklan platform MGID. JABARONLINE.COM tidak terkait dengan pembuatan konten ini.
Scroll To Continue with Content

“Penting diketahui orang tua bahwa penggunaan gawai lebih dari enam jam per hari berbahaya bagi mental dan psikis anak,” ujar Uu usai berinteraksi dengan anak- anak pencandu gawai.

Bukan hanya durasi, konten yang dibuka anak pun perlu diawasi agar tidak terpapar hal – hal negatif. “Orangtua untuk selalu mengawasi dan menemani anak-anak ketika menggunakan gawai pada setiap situasi dan kondisi,” kata Wagub.

Menurut Uu, ada beberapa faktor yang menyebabkan anak kecanduan gawai terutama fitur game online dan platform media sosial. “Dia awalnya punya gangguan dengan stres, banyak mengurung diri, tidak punya teman kemudian dia pegang handphone, maka terjadilah adiksi,” ungkap Kang Uu.

Wagub melanjutkan, atau bisa saja anak awalnya tidak punya gangguan stres tapi karena tidak ada kegiatan bersama orang tua dan anak, maka mencuri – curi kesibukan dengan bermain gawai orang tua maupun miliknya sendiri.

Untuk itu, kata Uu, penting bagi orang tua selalu memiliki kegiatan rutin interaktif yang sifatnya harian atau mingguan bersama anak. Jika dilakukan konsisten, anak akan merasa diperhatikan orang tua dan aktivitas bermain gawai menjadi tidak menyenangkan.

“Jangan biarkan anak murung sendiri di rumah atau di kamar. Anak harus diusahakan ceria, bergaul dengan orang tua dan teman. Tapi temannya dipilih dan dipilah juga,“kata Wagub.

Sebagai bangsa beragama, pendidikan agama sangat penting diterapkan orang tua, agar anak memiliki keseimbangan dan tujuan hidup. “Kalau tidak ada pendidikan ukhrowi kami khawatirkan tidak seimbang, akhirnya terjadi hal semacam ini,” kata Kang Uu.

Untuk meminimalisasi kecanduan gawai pada anak, salah satu cara yang dilakukan Pemdaprov Jabar adalah dengan membuat program Setangkai (Sekolah Aman Menggunakan Gawai). Dengan konsep dan pola untuk penerapan dan literasi pada guru, orang tua dan anak akan aman dan bijak dalam penggunaan gawai.

“Kami segera sosialisasikan pada masyarakat. Termasuk di awal di hari Selasa, kami akan mengundang minimal zoom meeting sekitar 1.000 orang yang mengurus anak-anak,” kata Uu.

Program Setangkai digagas awal 2020 sebelum pandemi COVID-19. Namun setelah pandemi Setangkai berubah arti menjadi Sekolah Aman Menggunakan Gawai. Ini adalah satu program unggulan di tahun 2021 – 2022.

“Jadi program ini sedang dikonsepkan bagaimana supaya memberikan literasi pada guru, orang tua dan anak. Mudah-mudahan akhir bulan ini,” pungkas Wagub.

RSJ Provinsi Jawa Barat mencatat sepanjang 2020 pasien berobat ke Klinik Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja total ada 104 pasien, yang mengalami masalah kejiwaan terdampak kecanduan games. Pada Januari – Februari ditemukan 14 kasus, sedangkan yang murni terdiagnosa kecanduan games pada 2020 sebanyak 8 orang. Sedangkan sepanjang 2021 ini sudah ditemukan 5 kasus anak dan remaja kecanduan gawai.

Menurut Direktur RSJ Provinsi Jawa Barat Elly Marliyani kebijakan pembatasan sosial akibat COVID-19 tidak dipungkiri menyebabkan banyak anak dan remaja kecanduan gawai. WHO, katanya, anak yang telah kecanduan gawai dapat dilihat dari perubahan sikap dan perilakunya. Umumnya, perubahan mood/emosi termasuk iritabilitas, kemarahan dan kebosanan, gangguan pola tidur dan kualitas tidur yang buruk, depresi dan cemas serta risiko bunuh diri.

Gejala lain terlihat pada masalah kondisi fisik, buruknya kondisi kesehatan secara umum, gizi buruk, kehilangan teman di dunia nyata, konflik orang tua, serta rusaknya produktivitas belajar.

Menurut Elly, dalam merawat pasien kecanduan gawai timnya memberikan terapi berupa konseling dan psikoterapi baik kepada anak dan orang tua. “Pada kasus-kasus yang berat atau sudah ada gejala gangguan jiwa, bisa juga diberikan obat,” katanya.

Untuk mencegah kecanduan gawai, kata Elly, orang tua dapat membatasi pemakaian maksimal dua jam untuk anak. Kemudian, bisa mendorong anak menggunakan internet untuk hal positif dan produktif. Memotivasi anak berkegiatan fisik di luar rumah, membatasi akses internet di rumah, serta menjauhkan gawai saat di tempat tidur.

“Orang tua juga bisa menggunakan teknologi dalam memantau penggunaan gawai atau internet, misalnya dengan parental lock dan lainnya” tutur Lina.

Bagi orang tua yang mendapati anaknya mulai kecanduan gawai, dapat mengakses layanan RSJ Provinsi Jawa Barat dengan mengklik fitur Konsultasi Jiwa Online pada alamat http://pemeriksaankeswarsj.jabarprov.go.id/, kemudian memilih menu Tes Ketergantungan Game Internet.

Red

Editors Team
Daisy Floren