JABARONLINE.COM - Proyek rehabilitasi ruang kelas di SMP Negeri 1 Arahan, Kabupaten Indramayu, yang seharusnya menjadi kabar baik, justru berujung menjadi sorotan tajam. Proyek yang didanai dari Dana Alokasi Umum (DAU) T.A. 2025 ini, dengan nilai kontrak mencapai Rp. 396.383.000 dan dikerjakan oleh PT. ANAN MULYA, diduga kuat tidak memenuhi standar yang ada.

Nilai fantastis proyek rehabilitasi ruang kelas UPTD SMP Negeri 1 Arahan yang menelan biaya ratusan juta ini, menjadi pertanyaan besar di benak masyarakat. Bagaimana mungkin, di era modern ini, pengerjaan adukan dilakukan secara manual, tanpa menggunakan mesin molen? Hal ini tentu menimbulkan kecurigaan akan efisiensi dan kualitas pekerjaan.

Namun, yang lebih memprihatinkan adalah dugaan pengabaian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Para pekerja proyek rehabilitasi ruang kelas UPTD SMP Negeri 1 Arahan terlihat tidak dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai. Pemandangan ini tentu membuat miris, mengingat K3 seharusnya menjadi prioritas utama dalam setiap proyek konstruksi.

Melihat kondisi ini, muncul pertanyaan besar: Apakah pelaksana proyek, bahkan pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Indramayu, tidak menyadari adanya dugaan pelanggaran ini? K3 bukanlah sekadar formalitas, melainkan aspek krusial untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja telah mengamanatkan perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan melindungi tenaga kerja dari kecelakaan serta penyakit akibat kerja.

Nur, seorang warga yang sering melintas di sekitar lokasi proyek, mengungkapkan kekhawatirannya. "Waduh gimana tuh orang kerja kok nggak menggunakan APD," kata Nur saat melintas, memberikan gambaran langsung dari pandangan masyarakat.

Iklan Setalah Paragraf ke 5

"Terus kok bikin adukanya manual saja, nggak pake mesin molen sih, emang nggak apa - apa?" ujar Nur, mempertanyakan metode pengerjaan proyek yang dinilai tidak lazim.