JABARONLINE.COM - Kasus dugaan korupsi kembali mencoreng citra pemerintahan desa. Kali ini, Kepala Desa (Kades) Rawapanjang, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor atas dugaan penyelewengan dana desa yang mencapai ratusan juta rupiah.

Laporan ini dilayangkan oleh LSM KPK Nusantara Bogor Raya, yang mendatangi kantor Kejaksaan Kabupaten Bogor dengan membawa sejumlah berkas sebagai bukti awal dugaan penyelewengan dana desa tahun anggaran 2022, 2023, dan 2024. Momentum ini bertepatan dengan pergantian Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor dari DR. Irwanuddin Tadjuddin, SH, MH kepada Denny Achmad, SH, MH.

Langkah ini diambil sekaligus untuk menguji keberanian Kepala Kejaksaan Negeri Bogor dalam menindak dugaan tindak pidana korupsi, khususnya yang melibatkan kepala desa. Selama ini, beberapa kasus serupa diduga hanya diselesaikan dengan pengembalian dana yang dikorupsi.

Dugaan penyelewengan dana desa oleh Kades Rawapanjang mencapai ratusan juta rupiah. Modus yang paling mencolok adalah dugaan manipulasi anggaran program Ketahanan Pangan selama tahun anggaran 2022 hingga 2024, dengan nilai mencapai kurang lebih Rp 680 juta. Praktik ini diduga dilakukan dengan membuat Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) fiktif dan membuka rekening atas nama warga tanpa sepengetahuan mereka. Buku tabungan dan ATM kemudian dipegang oleh Bendahara Desa.

“Harapan kami kepada Kepala Kejaksaan Kabupaten Bogor yang baru dilantik dapat proaktif memberikan kepastian hukum. Kami tidak punya kepentingan pribadi dalam laporan ini, karena atas dasar tuntutan warga dan tokoh masyarakat Desa Rawapanjang yang sudah geram dengan perilaku Kades yang selama ini tidak transparan dalam mengelola APBDes dan kurang peduli terhadap lingkungan warga masyarakatnya, bahkan warga masyarakat desa Rawapanjang siap jadi saksi jika diperlukan oleh Kejaksaan", ujar Soklar alias Oskar, Ketua DPC LSM KPK Nusantara Bogor Raya pada Senin, 10 November 2025.

Iklan Setalah Paragraf ke 5

Oskar menegaskan bahwa dugaan korupsi ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan pengembalian kerugian negara. Menurutnya, praktik fiktif, mark-up harga, dan manipulasi data laporan merupakan kejahatan yang terstruktur dan harus diproses secara pidana.